Connect with us

Berita Patroli

Berita Patroli

Berita Nasional

Kolaborasi dengan Advokat Bermental MAKELAR KASUS, Oknum Penyidik Cyber Polda Jawa Timur TANGKAP, PERAS, LEPASKAN Masyarakat Setelah Bayar 30 Juta

Mengaku Oknum POLISI bernama HERI, saat datang ke rumah KEVIN, melakukan penangkapan tanpa dilengkapi surat PENANGKAPAN."Iki arek mau tak Gowo (ini anak mau tak bawa). Kalau butuh ketemu, datang saja ke Polda Jawa Timur," ujar Oknum POLISI yang mengaku bernama HERI (berkaos biru dan memakai TOPI). Mungkin "HERI" saat kuliah S1 Hukum lupa tidak belajar UU No 08 Tahun 1981 KUHAP, mungkin HERI saat kuliah Hukum dulu sering "KETIDURAN", hingga sebagai Penegak Hukum bersikap semau gue dalam melakukan PENANGKAPAN terhadap MASYARAKAT. Sungguh, lucu, ironis, dan miris memang. Tapi inilah sebagian POTRT buram wajah oknum POLRI kita.

Mengaku Oknum POLISI bernama HERI, saat datang ke rumah KEVIN, melakukan penangkapan tanpa dilengkapi surat PENANGKAPAN. “Iki arek mau tak Gowo (ini anak mau tak bawa). Kalau butuh ketemu, datang saja ke Polda Jawa Timur,” ujar Oknum POLISI yang mengaku bernama HERI (berkaos biru dan memakai TOPI). Mungkin “HERI” saat kuliah S1 Hukum lupa tidak belajar UU No 08 Tahun 1981 KUHAP, mungkin HERI saat kuliah Hukum dulu sering “KETIDURAN”, hingga sebagai Penegak Hukum bersikap semau gue dalam melakukan PENANGKAPAN terhadap MASYARAKAT. Sungguh, lucu, ironis, dan miris memang. Tapi inilah sebagian POTRET buram wajah oknum POLRI kita.

Berita Patroli – Surabaya

Informasi untuk Kapolda Jawa Timur, lagi-lagi ada oknum polisi diduga melakukan tindakan CULAS, memperjualbelikan kewenangan, PERAS masyarakat.

“Anak kami ditangkap dua hari yang lalu, tiba-tiba didatangi oknum yang mengaku dari Unit Cyber Polda Jawa Timur. ‘Anak ini akan kita bawa ke Polda Jawa Timur karena ketahuan bermain JUDOL (judi online),'” ujar Bu Olla kepada awak media.

Lebih jauh Olla menegaskan, “Kita sekeluarga ketakutan. Kevin, 19 tahun, mahasiswa salah satu PTN ternama harus berurusan dengan kepolisian. Tidak main-main, disangka berjudi online. Kita sekeluarga gemetar. Kejadian itu sekira Selasa siang tanggal 15/07/2025. Kalau ada apa-apa, langsung ke Polda saja, temui Unit Cyber Polda Jawa Timur. Akhirnya kita semua keluarga menunggu saja karena tidak mengerti harus bagaimana.”

Selasa malam, masih tanggal 15 Juli 2025, HP kakak saya berdering (Kevin keponakan Olla). Kami sekeluarga disuruh ke Polda Jawa Timur untuk “urusi” Kevin, 19 tahun. Sesampai di Polda Jawa Timur, saya dan mamanya Kevin (kakak saya) langsung ke ruangan Cyber Polda Jawa Timur.

Di sana sudah disambut seseorang yang mengaku bernama “PUTRA”, berprofesi sebagai advokat (pengacara) “Cindo” (Cina Indonesia). Melalui PUTRA, dirinya mengatakan, “Saya pengacara yang ditunjuk urusan ini oleh PENYIDIK Cyber Polda Jawa Timur. Ibu berani bayar berapa? Perkara ini akan selesai di tempat (tidak dilanjutkan proses hukumnya). Karena kalau dilanjutkan, Kevin tidak bisa kuliah dan tidak akan bisa urus SKCK kelak,” ujar Putra.

Saat itu sudah jam 23.00 WIB. PUTRA membuka angka 75 juta rupiah. Karena tidak ada kesepakatan “harga”, kami sekeluarga pulang,” ujar Olla.

Lebih jauh Olla menerangkan, “Saat hari Rabu, tanggal 16 Juli 2025, kakak saya kembali lagi ke Polda. Terjadi penawaran harga 30 juta, dan uang tersebut sudah diberikan kepada PUTRA selaku pengacara yang ditunjuk oleh PENYIDIK Cyber Polda Jawa Timur.”

Doktor Ilmu Hukum Didi Sungkono, S.H., M.H., kepada wartawan menerangkan, "POLRI itu Ksatria Bhayangkara, berdasarkan perintah UU No 02 Tahun 2002 tentang Kepolisian. TUPOKSI POLRI juga mengayomi masyarakat. Dalam setiap penangkapan, petugas Kepolisian harus membawa surat perintah PENANGKAPAN. Kalau semua itu tidak ada, perlu dipertanyakan 'Mensrea' (niat) arah, maksud, dan tujuannya ke mana. Apalagi di Polda Jawa Timur sudah di 'sambut' oknum pengacara yang ditunjuk. Kalau memang advokat, tentunya harus berani membela masyarakat secara benar, tegakkan keadilan, bukan malah memberikan 'edukasi' hukum yang kurang baik. Jangan salahkan masyarakat yang mengartikan KUHAP sebagai 'Kasih Uang Habis Perkara' atau 'Kurang Uang Harus Penjara'. Kelak akan tercatat dalam sejarah, karena yang disasar adalah Gen Z. Pasti akan KRISIS KEPERCAYAAN kepada POLRI, padahal itu adalah perilaku 'Oknum Polisi'." urainya.


Doktor Ilmu Hukum Didi Sungkono, S.H., M.H., kepada wartawan menerangkan,
“POLRI itu Ksatria Bhayangkara, berdasarkan perintah UU No 02 Tahun 2002 tentang Kepolisian. TUPOKSI POLRI juga mengayomi masyarakat. Dalam setiap penangkapan, petugas Kepolisian harus membawa surat perintah PENANGKAPAN. Kalau semua itu tidak ada, perlu dipertanyakan ‘Mensrea’ (niat) arah, maksud, dan tujuannya ke mana.
Apalagi di Polda Jawa Timur sudah di ‘sambut’ oknum pengacara yang ditunjuk. Kalau memang advokat, tentunya harus berani membela masyarakat secara benar, tegakkan keadilan, bukan malah memberikan ‘edukasi’ hukum yang kurang baik. Jangan salahkan masyarakat yang mengartikan KUHAP sebagai ‘Kasih Uang Habis Perkara’ atau ‘Kurang Uang Harus Penjara’.
Kelak akan tercatat dalam sejarah, karena yang disasar adalah Gen Z. Pasti akan KRISIS KEPERCAYAAN kepada POLRI, padahal itu adalah perilaku ‘Oknum Polisi’.” urainya.

Secara terpisah, pengamat kepolisian Doktor Ilmu Hukum Didi Sungkono, S.H., M.H., saat diminta tanggapan oleh awak media mengatakan:

“Kalau benar apa yang disampaikan Bu Olla, itu tidak bisa dibenarkan. Apalagi saat penangkapan tanpa dilengkapi surat PENANGKAPAN sebagaimana diatur oleh UU No. 8 Tahun 1981 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).

“Dan kalau memang benar di Polda ada makelar kasus, ini juga tidak bisa dibenarkan dan dibiarkan. MARKUS itu bukan advokat. Karena advokat menjalankan sebuah profesi, asas legalitasnya jelas sebagaimana landasan hukum UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Secara hukum, advokat adalah bagian dari penegak hukum,” ujar Didi.

“Dan harus bisa itu membedakan. Advokat bukan sebagai MARKUS (makelar kasus). Advokat dalam menyelesaikan PERKARA, bukan ‘PAT GULIPAT’ antara oknum APARAT yang bermental KEPARAT, menakuti masyarakat dengan ancaman hukuman maksimal dan menakut-nakuti dengan denda 10 miliar.”

Kevin, 19 Tahun, Warga Kota Mojokerto, Jawa Timur, korban "sindikat" oknum bermental bejat yang memperjualbelikan kewenangan."Ini denda 10 miliar, kalau tidak dibayar lebih baik dibayar saja karena ini JUDOL. Kelak Kevin tidak akan bisa urus SKCK kalau ini tidak dibayar," ujar salah satu pelaku. Awalnya, pada Selasa malam pukul 23.00 WIB, diminta Rp75 juta. Rabu siang, diminta lagi Rp30 juta, baru Kevin diperbolehkan pulang. Inilah potret buram dari "kelakuan" oknum advokat dan oknum polisi yang pat gulipat, berkolaborasi dalam "kejahatan". Di situasi seperti ini, masyarakat sudah sangat susah, masih saja diperas oleh oknum-oknum "penegak hukum" tersebut.

Kevin, 19 Tahun, Warga Kota Mojokerto, Jawa Timur, korban “sindikat” oknum bermental bejat yang memperjualbelikan kewenangan.
“Ini denda 10 miliar, kalau tidak dibayar lebih baik dibayar saja karena ini JUDOL. Kelak Kevin tidak akan bisa urus SKCK kalau ini tidak dibayar,” ujar salah satu pelaku.
Awalnya, pada Selasa malam pukul 23.00 WIB, diminta Rp75 juta. Rabu siang, diminta lagi Rp30 juta, baru Kevin diperbolehkan pulang.
Inilah potret buram dari “kelakuan” oknum advokat dan oknum polisi yang pat gulipat, berkolaborasi dalam “kejahatan”.
Di situasi seperti ini, masyarakat sudah sangat susah, masih saja diperas oleh oknum-oknum “penegak hukum” tersebut.

“Intinya, polisi dan advokat adalah profesi yang Officium Nobile (sebuah profesi yang mulia). Tapi fakta, realita di lapangan sangat berbeda. Inilah yang dinamakan SINDIKAT MAFIA oknum POLRI yang bermental bejat dan oknum advokat yang bermental jahat. Sangat merugikan masyarakat. Ini perlu dipertanyakan keilmuannya,” urai salah satu dosen hukum ini.

Masih menurut Didi, menegaskan:
“Advokat boleh menerima honorarium dalam profesinya. Dalam menjalankan sebuah profesi, advokat dibenarkan menerima fee success, tapi dilarang menjadi MARKUS (Makelar Kasus). Ini yang akan merusak tatanan hukum, marwah hukum, dan keadilan yang beradab serta bermartabat.

Fungsi POLRI sebagai pengayom masyarakat, sebagai pelayan masyarakat, dan juga penegakan hukum sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, harusnya punya sifat welas asih, punya sifat ‘PENOLONG’, bukan sifat ‘Adigang Adigung’. Ini bukan perilaku ksatria Bhayangkara. Ini bukan perilaku Rastra Sewakottama. TRIBRATA sangat jelas kalau diamalkan secara baik, bukan berhati ‘tidak baik’ seperti oknum tersebut.”

“Ini sebuah kemunduran. Kapolda Jawa Timur, melalui Kabid Propam dan Kasubdit PAMINAL harus berani ungkap tuntas. Sangat jelas dan terang peristiwa hukum ini. Kritik yang konstruktif jangan diintimidasi. Semua demi POLRI di masa yang akan datang. Oknum begitu bagaikan ulat di kebun buah. Bukan kebun buahnya yang dibakar, tapi ulatnya yang harus dibasmi,” urainya.

(Arinta/Tomy/Saipul/Ipan/Solihin/Yuli/Safruddin/Aris/Tukiran/Cahyo)

Continue Reading
You may also like...
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

More in Berita Nasional

To Top