Berita Nasional
Bungkam Kebenaran di Ruang Samsat, Wartawan Diusir Saat Ungkap Dugaan Pungli

Ilustrasi matinya kemerdekaan Pers
Berita Patroli – Bangkalan
Suasana di Kantor Samsat Bangkalan, Madura, mendadak memanas pada Sabtu (7/6) sekitar pukul 13.30 WIB. Seorang wartawan investigasi dari media Berita Patroli mendengar adanya keributan dari dalam ruang Kepala Administrasi Pelayanan (KA Adpel). Suara teriakan terdengar hingga ke luar ruangan, memicu wartawan untuk mendatangi lokasi kejadian.
Setibanya di dalam ruangan, wartawan melihat sekitar tujuh orang sedang terlibat dalam perdebatan. Ketika ditanya mengenai apa yang terjadi, salah satu dari mereka yang mengaku sebagai korban Pungli menyatakan bahwa dirinya diminta membayar sejumlah uang untuk proses acc plat kuning yang diduga di luar biaya resmi.

Terduga oknum Ka Adpel samsat Bangkalan
Saat wartawan mencoba mendokumentasikan kejadian tersebut dengan merekam video, upaya itu langsung dicegah. Seorang anggota kepolisian bernama Veven, yang disebut-sebut menjabat sebagai Baur STNK, bersama satu orang pegawai sipil Samsat, berusaha menarik wartawan keluar ruangan dan melarang pengambilan gambar.
Saat ini wartawan yang bersangkutan pertimbangkan akan melapor ke pihak Satreskrim dan Bidpropam Polda Jatim sebagai tindak pidana menghalangi kerja jurnalistik. Karena Wartawan memiliki hak untuk mengumpulkan informasi di tempat publik atau tempat yang berkaitan dengan kepentingan publik dan sudah jelas dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pasal 18 ayat (1) secara tegas menyatakan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum menghalangi kerja pers dapat dipidana penjara hingga dua tahun atau dikenai denda maksimal Rp500 juta. Dalam pasal 4 ayat (2) dan (3) undang-undang yang sama disebutkan bahwa pers memiliki kebebasan dalam mengakses, mengolah, dan menyampaikan informasi kepada publik, serta harus dilindungi dari segala bentuk intervensi.
Tindakan penghalangan tersebut dinilai mencederai nilai-nilai demokrasi dan transparansi yang dijunjung tinggi oleh negara. Pers bukanlah musuh, melainkan elemen penting dalam menjaga akuntabilitas dan keterbukaan lembaga publik.
“Jika aparat penegak hukum saja sudah berusaha membungkam wartawan, apa jadinya negara ini? Apakah karena kepentingan segelintir orang, kebenaran harus disembunyikan?” ujar seorang pengamat Kepolisian Didi Sungkono S.H.,M.H.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar, apakah keberanian akan muncul dari internal penegak hukum untuk mengusut dugaan pelanggaran oleh oknum aparat kepolisian dan pegawai sipil yang terlibat? Ataukah publik harus kembali menerima kenyataan bahwa keadilan hanya berlaku bagi yang berkuasa?
Kini, masyarakat menanti langkah tegas dari pihak berwenang. Sebab diam terhadap ketidakadilan bukan hanya bentuk pengkhianatan terhadap rakyat, tetapi juga tanda awal runtuhnya kepercayaan publik terhadap institusi hukum. *(Tomy)*















You must be logged in to post a comment Login