Hukum dan Kriminal
Sebanyak 53 Wanita Jadi Korban, Kasus TPPO di Sarkem Jogja Terbongkar

Polresta Jogja jumpa pers terkait kasus TPPO di Sarkem, Kamis (27/7/2023).
Jogja – Berita Patroli – Polisi membongkar kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di kawasan Pasar Kembang (Sarkem), Kota Jogja. Sebanyak 53 perempuan yang 2 di antaranya masih anak di bawah umur menjadi korban. Dalam kasus ini polisi menetapkan dua orang pria sebagai tersangka.
“Identitas tersangka yang kami amankan ada dua orang yaitu yang pertama dengan inisial AW laki-laki umur 43 tahun alamat Gedongtengen,” kata Kasat Reskrim Polresta Jogja AKP Archye Nevada saat jumpa pers di Mapolresta Jogja, Kamis (27/7/2023).
“Kemudian yang kedua inisial SU laki-laki umur 49 tahun alamat Kebumen, Jawa Tengah,” lanjutnya.
Para korban dipekerjakan sebagai pemandu lagu atau LC di karaoke kawasan Sarkem.
“Kita amankan kurang lebih 53 orang perempuan dengan 2 di antaranya adalah perempuan di bawah umur. Dipekerjakan sebagai pemandu lagu di wilayah Pasar Kembang yang ada di wilayah Gedongtengen,” ujar Archye.
“Dua orang anak perempuan di bawah umur, yang pertama 16 tahun pelajar asli orang Bandung, Jawa Barat yang kedua umur 17 tahun pelajar asli perempuan Tasikmalaya Jawa Barat,” lanjutnya.
Peran AW dalam kasus ini yakni sebagai pemilik salon yang dipakai untuk menampung korban. Salon itu sudah beroperasi sejak tahun 2014. Sedangkan SU bertugas sebagai admin salon sekaligus mengurus keuangan salon serta mencari korban.
Korban yang direkrut ditawarkan oleh manajemen salon uang pinjaman dan barang-barang seperti ponsel. Hal itu dilakukan agar korban tidak bisa keluar dari manajemen.
Adapun modus pelaku dalam mencari calon korbannya dengan menawarkan pekerjaan. Pelaku juga memberikan iming-iming memberikan uang dan ponsel.
“Ya itu modus dari pelaku tersebut untuk memberikan iming-iming terlebih dahulu atau misalkan uang atau barang terlebih dahulu agar mengikat korban-korban tersebut,” terang Archye.
“Gaji diberikan di akhir bulan dengan potongan yang sudah disepakati,” kata dia.
Archye mengatakan 53 perempuan tersebut setiap hari akan diantar ke beberapa tempat karaoke di Sarkem. Tarifnya, Rp 100 ribu per jam dan dalam sehari bisa bekerja 4-8 jam.
“Satu orang perempuan itu satu jam Rp 100 ribu sebagai pemandu lagu, satu orangnya bisa bekerja dari 4 sampai 8 jam,” jelasnya.
Dari usahanya ini AW mendapatkan keuntungan 25 persen.
“Jadi per jamnya untuk perempuan itu dibayar Rp 100 ribu dan untuk pemilik penampungan biasanya diberikan biaya atau upah 25 persen dari pembayaran tersebut,” ujar Archye.
“Kalau untuk omzetnya setiap jamnya itu kan Rp 100 ribu kemudian biasa mereka bekerja selama satu hari satu malam yaitu 5-6 jam tinggal dikalikan aja,” imbuhnya.
Dari hasil pemeriksaan diketahui para korban ditampung di tempat yang berkedok salon milik AW. Selama berada di penampungan, mereka tidak boleh beraktivitas selain bekerja. Mereka diantar-jemput ke tempat kerja.
“Di situ mereka hanya boleh melakukan aktivitas kerja tidak boleh keluar penampungan selain di jam kerja. Jadi mereka berangkat pukul jam 19.00 itu sudah semuanya. Kemudian nanti kembali ke penampungan itu pukul 04.00,” jelas Archye.
“Betul, bisa dibilang penyekapan,” imbuhnya.
Kasus ini bisa terungkap, lanjut Archye, setelah salah seorang korban kabur dari tempat penampungan karena sudah tidak tahan. Kemudian ia melapor ke pihak kepolisian.
“Jadi kita mendapatkan informasi dari salah satu orang yang ditampung itu kabur. Jadi informasi yang kita dapatkan dari salah satu perempuan yang dia tidak betah dia tidak tahan karena merasa terkungkung di situ,” jelasnya.
“Akhirnya dia kabur melewati belakang dan sampai menjebol asbes milik tetangganya. Dari situ kita mendapatkan informasi tentang adanya penampungan tersebut,” ujarnya.
Archye menyebut pihaknya masih mengembangkan kasus ini. Terutama terkait ada tidaknya unsur prostitusi.
“Kalau untuk unsur prostitusinya masih kita lakukan pengembangan yang jelas terkait peristiwa mereka melakukan eksploitasi baik terhadap perempuan dan anak terpenuhi unsurnya. Untuk itu kita lakukan penahanan terhadap tersangka tersebut,” jelasnya.
Atas perbuatannya, SU dan AW dijerat pasal berlapis. Pertama adalah terkait dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Pasal 2 ayat 1, Pasal 2 ayat 2.
Kedua terkait dengan perlindungan anak dengan Pasal 88 UU 35 Tahun 2014, Pasal 761 UU 35 Tahun 2014. Ketiga KUHP Pasal 296 terkait perbuatan cabul, dan Pasal 506 terkait dengan mucikari.
“Maksimal hukuman 15 tahun penjara,” tutup Archye.
(Red)
