Connect with us

Berita Patroli

Berita Patroli

Berita Nasional

Terbongkar di Sidang Tipikor, Auditor ATR/BPN Disebut Gagal Ungkap Dugaan Penyimpangan Sertifikat Laut

Pagar laut di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, yang menjadi pusat sorotan dalam sidang kasus dugaan korupsi penerbitan ribuan sertifikat hak milik (SHM) di wilayah perairan. Kasus ini menyeret Kepala Desa dan sejumlah pihak, sementara dua auditor ATR/BPN dinilai tak melakukan investigasi mendalam.

Pagar laut di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, yang menjadi pusat sorotan dalam sidang kasus dugaan korupsi penerbitan ribuan sertifikat hak milik (SHM) di wilayah perairan. Kasus ini menyeret Kepala Desa dan sejumlah pihak, sementara dua auditor ATR/BPN dinilai tak melakukan investigasi mendalam.

Berita Patroli – Serang

Dugaan kejanggalan dalam kasus pagar laut Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, makin terbuka di persidangan. Dua auditor investigasi dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN), Yogi Gumilang dan Sam Pamungkas, dinilai tidak melakukan tugas investigasi sebagaimana mestinya.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Serang, Selasa (14/10/2025), kedua auditor justru mengaku hanya memotret lokasi saat menjalankan audit. Jawaban itu langsung mengundang kritik tajam dari majelis hakim dan jaksa penuntut umum.

Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Hasanuddin, dengan menghadirkan empat terdakwa: Kepala Desa Kohod Arsin bin Asip, Ujang Karta, Septian Prasetyo, dan Candra Eka Agung Wahyudi.

Kedua auditor tersebut dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Banten, Subardi dan Irfan Sastra Putra.

“Kalau hanya memotret, itu bukan investigasi. Investigasi itu menelusuri ada atau tidaknya pelanggaran hukum dan indikasi tindak pidana,” tegas anggota majelis hakim Ewirta Lista Pertaviana di ruang sidang.

 

Keterangan Yogi dan Sam dinilai lemah karena mereka tidak menelusuri keterlibatan pejabat ATR/BPN seperti Joko Santoso dalam penerbitan 2.038 Sertifikat Hak Milik (SHM), serta tidak meneliti hasil verifikasi lapangan apakah lahan yang disertifikasi benar berupa daratan atau justru perairan laut.

“Saudara bilang memotret, memotret, memotret. Itu bukan investigasi,” tegur Hakim Hasanuddin dengan nada tegas.

 

Kedua auditor berdalih, kewenangan menjatuhkan sanksi bukan berada di tangan mereka, melainkan di direktorat lain. Hakim pun menimpali keras,

“Kalau begitu, panggil saksi dari direktorat yang berwenang, Jaksa!”

 

Tak hanya hakim, JPU juga terus mencecar pertanyaan soal standar audit investigasi yang mereka lakukan. Jaksa mempertanyakan alasan keduanya tidak melakukan konfirmasi lapangan terkait penerbitan ratusan sertifikat tersebut.

“Apakah Saudara tidak curiga ada 260 SHM yang diterbitkan tanpa kejelasan batas-batas lahannya?” tanya jaksa Irfan.

 

Yogi menjawab bahwa mereka hanya menindaklanjuti surat pengaduan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pada 2024 terkait lambannya penerbitan sertifikat 16 bidang tanah. Audit dilakukan pada Januari 2025. Namun, ia mengaku baru tahu soal viralnya pagar laut setelah kasus ini ramai diberitakan media.

Saat ditanya apakah penerbitan SHM di wilayah laut dianggap janggal, Yogi dan Sam kembali tak mampu menjawab tegas.
Yogi hanya menyebut Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KJSB) yang digunakan dalam pengukuran tidak bisa menunjukkan batas tanah sesuai sertifikat.

“KJSB tidak bisa menunjukan bidang tanahnya,” ujar Yogi.

KJSB tersebut adalah milik Raden Muhammad Lukman Fauzi Parikesit yang berkantor di Tigaraksa, Tangerang yang hanya berjarak beberapa kilometer dari kantor ATR/BPN.

Selama persidangan kasus pagar laut yang digelar sejak 30 September hingga 14 Oktober 2025, jaksa telah menghadirkan 10 saksi.

Tiga warga Desa Kohod, (Yadih, Joko bin Radih, dan Ban Hong bin Aweng) mengaku mendapat uang kerohiman dari hasil penjualan “lahan laut.”
Yadih dan Joko masing-masing menerima Rp80 juta, sementara Ban Hong mendapat Rp15 juta.

Pada sidang berikutnya, Abidin bin Alip, Muhamad Yusuf bin Rasam, dan Andi Deden mengaku mengantar pegawai BPN ke tengah laut, bahkan menyewakan perahu dengan bayaran Rp1 juta.

Dalam sidang keempat, jaksa menghadirkan Dwi Chandra Budiman, Kepala Bidang Penetapan, Pendataan, dan Penilaian Pajak Daerah Bapenda Kabupaten Tangerang, bersama dua auditor ATR/BPN.

Namun, kesaksian mereka justru bertolak belakang.
Dwi menyebut pajak SPPT sebagian besar telah dibayarkan ke Bank BJB Jawa Barat, sementara saksi-saksi warga sebelumnya mengaku tidak pernah membayar pajak tersebut.

Keempat terdakwa dalam kasus ini dijerat dengan Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Seluruh terdakwa kini ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II B Serang, Banten.

(Red)

Continue Reading
You may also like...
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

More in Berita Nasional

To Top