JATIM
GPI Desak Eksekutif dan Legislatif Blitar Hentikan Konflik, Pembangunan Daerah Terancam Lumpuh

Massa Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Kabupaten Blitar, Senin (26/8). Mereka menuntut eksekutif dan legislatif segera mengakhiri konflik yang membuat pembangunan daerah lumpuh.
Berita Patroli – Blitar
Konflik berkepanjangan antara eksekutif dan legislatif di Kabupaten Blitar kini menyeret dampak serius, pembangunan daerah nyaris lumpuh. Ketidakmampuan kedua pihak menyelesaikan kebuntuan politik membuat masyarakat menanggung kerugian paling besar.
Senin (26/8), massa yang tergabung dalam Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) menggelar unjuk rasa di depan Kantor DPRD Kabupaten Blitar. Mereka menuntut DPRD dan Bupati Blitar segera menyelesaikan masalah mandeknya pembangunan akibat rendahnya penyerapan anggaran dan belum disahkannya Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) 2025.
Ketua GPI, Jaka Prasetya, menegaskan DPRD harus bertanggung jawab atas sikap politik yang justru memperburuk kondisi rakyat. Ia meminta anggota dewan yang menolak PAK untuk mengundurkan diri.
“Kalau hanya bisa menghambat, lebih baik mundur. Jangan biarkan rakyat terus sengsara hanya karena ego politik segelintir orang,” tegas Jaka di hadapan massa aksi.
Selain DPRD, Bupati Blitar juga tidak luput dari sorotan. GPI menilai kepala daerah lalai dalam mempercepat mutasi jabatan dan reformasi birokrasi. Kondisi itu, menurut mereka, membuat kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) melemah dan pelayanan publik tersendat.
“ASN tidak bisa bekerja maksimal karena dibiarkan menunggu janji mutasi yang tidak pernah terbukti. Ini kesalahan besar dari eksekutif,” lanjut Jaka.
Ia juga memperingatkan, keterlambatan mutasi bisa menimbulkan masalah hukum. Pejabat baru berpotensi terjebak dalam kesalahan administrasi dan tindak pidana korupsi karena waktu penyerapan anggaran yang sudah sangat sempit.
“Situasi ini sangat rawan. Jangan sampai ASN dijadikan korban. Lebih baik menolak jabatan baru daripada akhirnya terjerat kasus korupsi,” tandasnya.
GPI menilai konflik berkepanjangan ini hanya menunjukkan betapa rendahnya komitmen eksekutif dan legislatif terhadap kepentingan publik. Alih-alih memprioritaskan pembangunan, keduanya justru sibuk mempertahankan ego sektoral.
Akibatnya, APBD Kabupaten Blitar 2025 tidak berjalan sesuai harapan. Infrastruktur terbengkalai, pelayanan publik tersendat, dan masyarakat terus menunggu tanpa kepastian.
“Bupati dan DPRD seharusnya bekerja untuk rakyat, bukan untuk kepentingan kelompok. Kalau tidak bisa menyelesaikan masalah ini, berarti mereka gagal menjalankan amanah,” pungkas Jaka.
Aksi unjuk rasa ini menjadi peringatan keras bahwa konflik politik di Blitar tidak lagi sekadar urusan internal pemerintahan, melainkan sudah merugikan kepentingan rakyat luas.
(ris.had).















You must be logged in to post a comment Login