BREAKING NEWS
Warga Pasang Spanduk “Segel” Rumah Kontrakan Mantan Rektor Universitas Brawijaya Malang

Sejumlah Orang Pasang Spanduk ‘Segel’ Rumah Kontrakan Mantan Rektor Universitas Brawijaya Malang.
Malang – Berita Patroli – Beberapa orang memasang spanduk pengumuman kepemilikan rumah yang terletak di Jl. Mayjen Panjaitan, No. 38, Kota Malang, pada malam hari pada SAbtu (17/6/2023).
Pengumuman tersebut bertuliskan bila tanah dan bangunan milik Munif Efendi. Informasi tersebut didapatkan di lokasi dan menyebutkan bila rumah tersebut di sewa oleh Profesor Muhammad Bisri, mantan Rektor Universitas Brawijaya (UB) Malang.
Melansir dari laman SuryaMalang.com, sebelum spanduk terpasang, rumah yang disewa oleh guru besar teknik pengairan pertama di Indonesia tersebut dikelola oleh anaknya untuk membuka usaha di bidang kuliner.
Kuasa hukum Munif Efendi, Nanang Rostiono mengklaim bila objek rumah tersebut milik kliennya berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor 1980. Ia juga mengklaim bukti otentik atas nama Munif Efendi.
Nanang menyampaikan, objek tersebut dibeli oleh Munif dari Entin Rochyatin pada tahun 2017 yang mengaku sebagai pemilik dan penghuni rumah tersebut. Ia tinggal besama suami dan anaknya yang bernama Ludfi Adha Fabanjo. Namun, Entin diketahui berada di Subang dan tidak di Kota Malang.
“Setelah terjadi jual beli pada 2017 itu, Munif langsung mengurus legalitas rumah tersebut ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) hingga terbit Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama dirinya,” ujar Nanang.
Sampai saat ini, Munif belum bisa menempati rumah yang telah ia beli. sempat ada upaya mediasi yang dilakukan pada 15 Juni 2023 namun dengan Ludfi tapi tidak membuahkan hasil.
Diakrenakan mediasi gagal, melalui kuasa hukumnya memberikan tenggat waktu selama 12 hari kepada pihak yang menguasai rumah di Jl. Mayjen Panjaitan No. 83 Kota Malang tersebut untuk segera mengemasi barang-barangnya.
“Kami memiliki bukti otentik yaitu Sertifikat Hak Milik atas nama bapak Munif Afendi, dan berdasarkan itu klien kami berhak menguasai, memiliki dan menempati sesuai alas hak yang diberikan oleh Negara,” jelas Nanang Rostiono, Kamis (15/06/2023).
Disampaikan oleh Nanang, Ludfi menguasai objek tersebut berdasar pengakuan memiliki SHGB yang sudah kadaluarsa alias tidak berlaku.
Sebelumnya, Entin Rochyatin melaporkan telah kehilangan SHGB Nomor 30 atas nama suaminya ke kepolisian, setelah itu mengurus ke BPN dan dikeluarkanlah SGHB Baru atas nama Entin Rochyatin selaku ahli waris dari almarhum suaminya.
Entin Rochyatin selaku ahli waris dari almarhum suaminya.
“Sertifikat yang dimiliki oleh klien kami itu asli dan sah secara hukum karena dikeluarkan oleh BPN selaku instansi administrasi Negara. Kalau Ludfi masih memegang SHGB yang telah dinyatakan hilang dan dibuat baru, patut diduga dia telah memberikan keterangan palsu pada akta otentik,” paparnya.
Ditemui di rumahnya, Bisri menyayangkan penutupan paksa rumah yang ia sewa. Apalagi pemasangan spanduk di rumah yang ia sewa itu dikatakan dilakukan dengan sejumlah preman.
Ia mengatakan bila rumah yang disengketakan itu memang ia sewa. Ia menjelaskan duduk perkara yang terjadi. Diceritakan olehnya, rumah tersebut awalnya adalah milik keluarga besarnya ketika masih zaman penjajahan Belanda. Kemudian tinggal sekitar tahun 1950 setelah penikahan kedua orangtuanya.
Kemudian rumha tersebut tidak ditempati dan beralih ke negara lantaran berasal dari aset Belanda. Tak lama kemudian, rumah yang mulanya kosong tersebut ditempati oleh keluarga Fabanjo yang bekerja sebagai soerang PNS. Fabanjo menikah dengan Entin. Sedangkan Ludfi diketahui anak tiri Fabanjo.
Suatu ketika, karena ada kebutuhan uang, Fabanjo menawarkan rumah ke Bisri untuk disewakan dengan jaminan SHGB. Sejak 2012, rumah tersebut akhirnya disewa oleh Bisri. Ia menyewa hingga tahun 2035. Bisri menunjukan sejumah dokumen persewaan rumah tersebut saat ditemui.
Nilai sewanya Rp 25 juta per tahun. Ada tandatangan Ketua RT, RW dan modin yang menjadi saksi kesepakatan sewa menyewa tersebut. Sewa menyewa tersebut menggunakan jasa notaris. Hal itu dilakukan karena Bisri mengetahui persolan akan menjadi rumit di kemudian hari. Sejumlah dokumen yang ia pegang saat ini menjadi dasar pembelaan atas isu yang menyerang dirinya.
Ia juga menunjukan SHGB yang didapat dari Fabanjo. Dalam SHGB tersebut, tertera informasi bahwa waktu habisnya sertifikat terjadi pada 1986. Berdasarkan keterangan itu, seharusnya rumah tersebut sudah beralih ke negara kembali.
“Saya ini tidak mau ribut karena tidak ada hubungannya dengan Munif. Ini ada SHGB yang terbit tahun 1966 atas nama Drs Harnu Haruna Fabanjo. Kan berlakunya 20 tahun hingga 1896,” ujar Bisri, Jumat (16/6/2023).
Selama ini, Bisri tidak berhubungan dengan Munif. Ia juga tidak tahu menahu soal transaksi jual beli antara Entin dengan Munif. Ia hanya menjalin hubungan dengan Ludfi. Menurut Bisri, seharusnya Munif mempersoalkan kasus ke Entin karena mereka berdua yang bertransaksi.
Bisri menaruh beberapa kecurigaan terhadap status Entin. Pasalnya, keluarnya SHM atas nama Entin sangat aneh. Rumah tersebut merupakan aset milik negara yang dikuasai Pemkot Malang. Sejauh yang ia ketahui, tidak mudah mengalihkan aset negara menjadi SHM.
Bisri mencurigai status Entin. Selama ini, Bisri tidak pernah mengetahui Entin tinggal di Kota Malang. Berdasarkan penelusuran dokumen dan informasi yang terkait Entin, diduga ada keterangan yang tidak otentik. (Red)

You must be logged in to post a comment Login