Connect with us

Berita Patroli

Berita Patroli

Berita Nasional

DAKEL Surabaya Diduga Disubkontrakkan! Pokmas Hanya Kedok, Anggaran Rakyat Terancam Bocor

Lokasi proyek DAKEL Surabaya ini kembali memunculkan dugaan kuat adanya praktik subkontrak liar. Pokmas yang seharusnya menjadi pelaksana justru hanya dijadikan kedok, sementara pekerjaan fisik diduga dikerjakan pihak lain tanpa transparansi, tanpa papan anggaran, dan tanpa pengawasan.Ini bukan kelalaian — ini indikasi pelanggaran aturan LKPP yang melarang Pokmas mengalihkan pekerjaan utama.
Publik menuntut aparat penegak hukum segera turun, memeriksa aliran anggaran, dan menindak pihak-pihak yang bermain dalam proyek dana kelurahan bernilai miliaran rupiah ini!

Lokasi proyek DAKEL Surabaya ini kembali memunculkan dugaan kuat adanya praktik subkontrak liar. Pokmas yang seharusnya menjadi pelaksana justru hanya dijadikan kedok, sementara pekerjaan fisik diduga dikerjakan pihak lain tanpa transparansi, tanpa papan anggaran, dan tanpa pengawasan.
Ini bukan kelalaian, ini indikasi pelanggaran aturan LKPP yang melarang Pokmas mengalihkan pekerjaan utama.
Publik menuntut aparat penegak hukum segera turun, memeriksa aliran anggaran, dan menindak pihak-pihak yang bermain dalam proyek dana kelurahan bernilai miliaran rupiah ini!

Berita Patroli – Surabaya

Dugaan pelanggaran serius kembali mencoreng pengelolaan Dana Kelurahan (DAKEL) di Kota Surabaya. Proyek-proyek pemasangan gorong-gorong (u-ditch) dan paving yang seharusnya dikerjakan oleh Kelompok Masyarakat (Pokmas) sesuai skema Swakelola Tipe IV, justru diduga dialihkan ke pihak lain alias disubkontrakkan.

Fakta di lapangan menunjukkan tidak adanya kontrol, tanpa transparansi, bahkan tanpa papan informasi proyek. Seolah-olah proyek publik ini sengaja digelapkan dari pantauan masyarakat.

Padahal, aturan pemerintah sangat jelas. Peraturan LKPP Nomor 3 Tahun 2021, Bab 6.2 huruf f:

“Kelompok Masyarakat pelaksana Swakelola dilarang mengalihkan pekerjaan utama kepada pihak lain.”

Jika benar terjadi, maka praktik ini bukan sekadar pelanggaran teknis, tetapi indikasi kuat perbuatan melawan hukum yang layak ditindak aparat penegak hukum.

Dari penelusuran BERITA PATROLI terhadap proyek DAKEL di 31 kecamatan dan 154 kelurahan, mencuat dugaan kuat bahwa banyak Pokmas hanya dipinjam namanya.

Dalam praktiknya, Pokmas dibentuk, proposal di-ACC, anggaran cair, namun pekerjaan fisik dikerjakan sepenuhnya oleh CV atau pihak lain.

 

Lebih gila lagi, publik tidak diberi tahu, papan proyek tidak dipasang, dan nilai anggaran disembunyikan. Proyek publik justru diperlakukan seperti proyek pribadi.

 

Seorang sumber kelurahan di wilayah Surabaya Timur membuka fakta penting:

“Memang kalau Pokmas disubkontrakkan ke pihak CV lain, itu tidak boleh aturannya.”

Pernyataan dari orang dalam ini membuktikan dugaan pelanggaran bukan opini melainkan kenyataan yang diakui perangkat pemerintah sendiri.

Yanto Ireng, pemerhati infrastruktur dari Komunitas Pergerakan Arek Suroboyo (KomPAS), menegaskan:

“Swakelola Tipe IV itu wajib dikerjakan Pokmas. Jika dialihkan, itu pelanggaran aturan LKPP. Harus ada penindakan!”

Ia menambahkan, Pokmas baru sah jika:

-Anggotanya warga kelurahan setempat,

-Memiliki kemampuan teknis,

-Membuat surat sanggup mengerjakan,

-Dan melaksanakan pekerjaan sendiri tanpa dialihkan.

 

Jika Pokmas hanya dijadikan kedok dan pekerjaan diserahkan diam-diam ke CV, maka indikasinya sudah masuk ranah pelanggaran administrasi berat dan berpotensi pada penyimpangan anggaran.

Dengan nilai anggaran yang mencapai triliunan rupiah, dugaan subkontrak liar ini jelas menjadi ancaman serius bagi keuangan negara. Sudah saatnya:

— Inspektorat Kota Surabaya bergerak.

— Kejaksaan memulai penyelidikan.

— Tipikor Polrestabes Surabaya turun ke lapangan.

 

Praktik “Epok-Epok” Pokmas seperti ini tidak boleh dibiarkan. Jika ada oknum yang bermain, maka penegakan hukum adalah satu-satunya jawaban. Kasus DAKEL Surabaya ini bukan cerita kecil dan bukan pula isu yang bisa dikubur dengan klarifikasi normatif.

BERITA PATROLI akan terus melakukan penelusuran, mendatangi lokasi proyek, meminta data resmi, dan menagih tanggung jawab pihak terkait. Karena publik berhak tahu, ‘Uang rakyat harus dikerjakan sesuai aturan, bukan dijadikan bancakan’.

(Bherty, Tomy, Arinta)

Continue Reading
You may also like...
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

More in Berita Nasional

To Top