JATIM
Galian C Ilegal di Aliran Lahar Kelud, Plosoklaten Kediri Diduga Langgar Sejumlah UU dan Gunakan Solar Subsidi

Tambang galian C ilegal di aliran Kali Lahar Kelud, Desa Simbar, Kecamatan Plosoklaten, Kediri, kembali jadi sorotan. Aktivitas yang diduga tanpa izin resmi itu beroperasi siang-malam dengan alat berat dan menggunakan solar subsidi. Warga resah, lingkungan terancam rusak, negara pun dirugikan. Masyarakat mendesak aparat segera turun tangan dan menindak tegas pelaku tambang liar yang menabrak hukum ini.
Aktivitas tambang galian C yang diduga tidak memiliki izin di aliran Kali Lahar, tepatnya di wilayah Desa Simbar, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri, kini menjadi sorotan publik. Kegiatan yang disebut-sebut dikelola oleh seorang pengusaha berinisial MI itu diduga kuat melanggar berbagai ketentuan hukum, mulai dari izin usaha pertambangan (IUP), wilayah izin usaha pertambangan (WIUP), hingga analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).
Dari hasil pantauan di lapangan, tampak satu unit alat berat jenis backhoe (ekskavator) beroperasi mengangkat material galian C dari dasar sungai. Aktivitas alat berat tersebut disebut berjalan nyaris 24 jam nonstop, dan disinyalir menggunakan BBM solar bersubsidi hasil penyalahgunaan, yang dipasok oleh pemain solar dari wilayah Kediri.
“Dalam sehari kebutuhan solar untuk alat berat itu bisa mencapai 200 liter. Kalau dikalikan jumlah alat berat yang beroperasi, seminggu bisa habis sekitar dua ribu liter,” ujar salah satu pekerja lapangan yang enggan disebutkan namanya.
Kegiatan penambangan tanpa izin jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pasal 158 menyebutkan:
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IUPK, atau izin lainnya dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”
Selain itu, pelaku juga dapat dijerat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pasal 109 mengatur bahwa:
“Setiap orang yang melakukan kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan dapat dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.”
Tak berhenti di situ, dugaan penggunaan solar subsidi untuk kegiatan industri tambang ilegal juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan ancaman pidana penjara lima tahun serta denda hingga Rp60 miliar.
Agus, warga Desa Simbar, mengaku sudah lama merasa resah atas keberadaan tambang tersebut. Ia khawatir aktivitas ilegal itu akan berdampak buruk bagi lingkungan dan keselamatan warga sekitar.
“Jujur, kami sudah resah. Takut nanti longsor atau air tercemar. Tapi warga juga khawatir untuk melapor, takut ada tekanan dari pihak tertentu,” ungkap Agus.
Selain merusak lingkungan, aktivitas tambang ilegal juga merugikan negara karena tidak memberikan kontribusi pajak dan royalti sebagaimana diatur dalam peraturan pertambangan resmi. Potensi penerimaan negara dari sektor ini pun menjadi hilang.
Hingga berita ini diturunkan, pengusaha berinisial MI yang diduga menjadi pengelola tambang belum berhasil dikonfirmasi oleh Berita Patroli.
Masyarakat kini berharap aparat penegak hukum, khususnya Satreskrim Polres Kediri, segera melakukan penyelidikan dan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tambang ilegal tersebut.
(Aris, Nyoto, Hari, Yuli, Tomy)


 
									
 
									
 
									
 
									
 
									
 
									
 
									
 
									
 
									
 
									



You must be logged in to post a comment Login