Hukum dan Kriminal
Santri Berprestasi Jadi Korban Penganiayaan Brutal di Pesantren Probolinggo, Kasus Mandek di Kepolisian

Kuasa Hukum korban, Zaibi Law and Firm
Berita Patroli – Probolinggo
Dunia pendidikan kembali tercoreng oleh kasus kekerasan di lingkungan pesantren. Seorang santri berprestasi, Sultan Sakti Zahirul Ashrofi, siswa Pondok Pesantren Al-Masduqiyah, Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, menjadi korban penganiayaan berat yang diduga dilakukan oleh kakak angkatan sekaligus ketua kamar asrama.
Peristiwa memilukan itu terjadi pada malam sebelum Hari Raya Idul Adha, 16 Juni 2025. Menurut keterangan orang tua korban, Sakti dipanggil oleh rekannya, Habibi, ke kamar Al-Ikhlas 2. Tanpa firasat buruk, ia menuruti panggilan tersebut. Namun setibanya di sana, ia justru dijebak dan disergap oleh beberapa santri senior yang telah menunggu. Seorang pelaku berjaga di pintu untuk mencegah korban melarikan diri.
Sakti dihajar secara brutal dipukuli di kepala dan dada hingga terjatuh. Ketika terkapar, ia dipaksa bangkit hanya untuk kembali menjadi sasaran tendangan dan injakan berulang kali. Akibatnya, tubuh Sakti mengalami luka serius di kepala, punggung, bahu, paha, dan perut. Kondisinya sangat memprihatinkan, nyaris tak mampu berdiri.
Ironisnya, upaya korban untuk melapor kepada pengurus pondok terhambat oleh rasa takut dan tekanan. Ketika ia mencoba menghubungi keluarga, pihak pondok disebut-sebut justru melarangnya dengan alasan “takut dijemput”, padahal kondisi fisik korban sudah sangat mengkhawatirkan.
Puncaknya terjadi pada 17 Juni 2025. Dengan tubuh lemah dan luka-luka, Sakti nekat kabur dari pondok dan berjalan kaki sejauh 25 kilometer menuju rumah bibinya. Dari sana, bersama pamannya, ia langsung melapor ke Polres Probolinggo.
Namun hingga hari ini, proses hukum nyaris tidak menunjukkan perkembangan. Pihak pondok belum mengeluarkan pernyataan resmi, dan upaya media untuk menghubungi nomor pengurus pondok tak membuahkan hasil nomor tidak aktif.
Keluarga korban yang berasal dari Sampang, Madura, kini mengambil langkah hukum. Pada Minggu (22/6), mereka mendatangi kantor Zaibi Law and Firm dan menunjuk pengacara Zaibi S. sebagai kuasa hukum. Pihak keluarga bersama kuasa hukum berencana menemui langsung pihak pesantren pada Senin (23/6) dan mendesak aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus ini.

Laporan kepolisian korban penganiayaan & pengeroyokan
“Laporan resmi sudah masuk ke Polres Probolinggo sejak 17 Juni. Tapi sampai sekarang, hasil visum belum kami terima,” ujarnya “Kami akan turun langsung ke Probolinggo. Kami harap rekan-rekan media bisa ikut mengawal kasus ini agar tidak tenggelam.”tegas Zaibi S.
Sementara itu, Direktur RSUD Waluyo Jati Kraksaan, dr. Yessy, saat dikonfirmasi menjelaskan bahwa hasil visum diserahkan kepada pihak kepolisian. “Akan kami cek, apakah sudah diserahkan atau belum,” ujarnya singkat.
Media juga telah berupaya menghubungi Kanit PPA Polres Probolinggo, Agung Dewantara, namun hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan.
Dari tanah suci Mekkah, KH Muhlisin Sa’ad selaku tokoh utama pesantren turut merespons. Dalam pesannya, ia menyatakan bahwa Pondok Al-Masduqiyah adalah lembaga pendidikan yang anti kekerasan. “Setiap tahun kami selalu membuat pakta anti kekerasan untuk pengurus,” jelasnya.
KH Muhlisin juga menyampaikan bahwa kejadian tersebut bukan melibatkan pengurus, melainkan sesama santri seangkatan dari kelas 3 SPM Wustho (Satuan Pendidikan Muadalah Mualimin Masduqiyah). Ia meminta semua pihak untuk melihat persoalan ini secara jernih dan adil.
Namun, publik menanti langkah konkret. Kekerasan dalam dunia pendidikan, apalagi yang membungkam korban dan memperlambat proses hukum, bukan sekadar pelanggaran norma, tapi juga pengkhianatan terhadap nilai kemanusiaan dan keadilan. (Tomy, Arinta, Solihin, saiful)

You must be logged in to post a comment Login