Connect with us

Berita Patroli

Uncategorized

Realita Hukum Saat Vonis Tak Lagi Menambah Hukuman: Kasus Heru Hidayat dan Warisan Dimas Kanjeng

Tersangka megakorupsi Asabri Heru Hidayat

Tersangka megakorupsi Asabri Heru Hidayat

Berita Patroli – Jakarta 

Dunia hukum Indonesia kembali diguncang vonis “nihil”. Kali ini, Heru Hidayat, terdakwa kasus mega korupsi PT Asabri, menjadi sorotan setelah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis nihil terhadapnya, Selasa (18/1/2022).

Heru dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang bersama sejumlah pihak lain, yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 22,8 triliun. Meski begitu, ia tidak dijatuhi tambahan hukuman penjara karena telah lebih dulu dihukum penjara seumur hidup dalam kasus korupsi Jiwasraya yang telah inkrah.

“Menjatuhkan pidana dengan pidana nihil kepada terdakwa,” kata Ketua Majelis Hakim IG Eko Purwanto dalam sidang.

Putusan ini menyusul preseden serupa yang pernah terjadi sebelumnya dalam dunia peradilan Indonesia. Salah satu contoh paling mencolok adalah kasus Dimas Kanjeng Taat Pribadi.

Pada 2018 dan 2020, Dimas Kanjeng dua kali menerima vonis nihil dalam perkara penipuan senilai miliaran rupiah. Saat itu, hakim beralasan bahwa terdakwa telah dijatuhi total hukuman 21 tahun penjara dari kasus sebelumnya, sehingga tidak bisa dikenai pidana tambahan. Putusan itu mengacu pada Pasal 66 KUHP yang mengatur batas maksimal hukuman penjara dalam kasus tindak pidana yang berdiri sendiri.

“Pasal tersebut menurut majelis hakim mutlak harus dipenuhi. Hukuman perampasan hak tidak boleh melebihi 20 tahun penjara,” ujar hakim saat membacakan vonis terhadap Dimas Kanjeng.

Sebelumnya, jaksa menuntut hukuman mati dan denda kepada Heru Hidayat dalam perkara ASABRI. Namun majelis hakim menolak karena jaksa tidak mendakwakan Heru dengan Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor yang memungkinkan pemberian pidana mati.

“Sejak semula penuntut umum tidak pernah mendakwa terdakwa dengan Pasal 2 ayat 2,” ujar hakim Ali Muhtarom dalam sidang.

Hakim menilai kejahatan yang dilakukan Heru dalam kasus Jiwasraya dan ASABRI terjadi dalam satu rangkaian kejahatan yang saling berkaitan (concursus realis), sehingga tidak bisa dikategorikan sebagai pengulangan tindak pidana.

Vonis nihil secara hukum sah karena tunduk pada ketentuan hukum pidana Indonesia. Namun, vonis ini menimbulkan polemik di masyarakat, terutama dalam kasus-kasus besar yang menyangkut keuangan negara.

Publik mempertanyakan efektivitas hukum dalam memberikan efek jera kepada pelaku korupsi kelas kakap. Meskipun terdakwa tetap dinyatakan bersalah, ketiadaan tambahan hukuman fisik dianggap tidak mencerminkan keadilan substantif.

Namun bagi para hakim, hukum positif membatasi ruang gerak dalam menjatuhkan pidana tambahan jika terdakwa telah menjalani hukuman maksimum yang diatur undang-undang.

Fenomena vonis nihil menunjukkan bagaimana hukum mencoba menyeimbangkan antara asas keadilan, kepastian hukum, dan batasan pidana maksimal. Heru Hidayat kini mengikuti jejak Dimas Kanjeng sebagai figur yang divonis nihil, meski kejahatannya terbukti sah secara hukum.

Vonis nihil bukanlah pembebasan, melainkan konsekuensi logis dari sistem hukum yang berlaku. Namun, peristiwa ini sekaligus menjadi cermin bagi penegakan hukum Indonesia: antara tekstualitas hukum dan rasa keadilan publik. (Tomy)

Continue Reading
You may also like...
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

More in Uncategorized

To Top