Connect with us

Berita Patroli

Apple

Didi Sungkono.S.H.,M.H., Ada Oknum DPRD Jombang Diduga Bermain Program Pokok Pikir Untuk Memperkaya Dirinya Sendiri dan Golongan

Menurut Pengamat hukum “Didi Sungkono S.H.,M.H.,” Itu tidak bisa dibenarkan, rawan penyalahgunaan kekuasaan dan itu bisa dijerat dengan UU No 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi UU No 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi. Masyarakat harus awasi secara melekat, rekan-rekan wartawan juga harus melakukan kontrolnya secara penuh, karena itu adalah wakil rakyat, yang mana harus diutamakan suara rakyat, bukan suara golongan tertentu, biar kedepannya semakin terpercaya oleh rakyat, “Ujar Pengamat hukum yang juga Direktur Lembaga Bantuan Hukum Rastra Justitia ini

JOMBANG – Berita Patroli

Progam Pokok Pikir ( Pikir)  diduga sebuah modus korupsi yang menjadi ladang duit bagi anggota DPRD, tidak terkecuali  bagi anggota DPRD di kabupaten/ kota. Sama halnya itu ada dugaan  untuk mengakumulasi kekayaan dan membayar ongkos politik elektoral yang semakin mahal.

Maka, masyarakat sipil sebenarnya sudah banyak yang bersuara,agar menghapus sistem dan proyek Pokir tersebut , karena ada indikasi banyak merugikan keuangan negara yang tidak sedikit. Sedangkan masyarakat sipil berargumentasi Pokir diduga hanyalah sebuah modus korupsi yang menjadi ladang duit bagi para anggota DPRD.

Tidak terkecuali dugaan itu di tujukan kepada DPRD yang ada di setiap Kabupaten, tujuannya hanyalah untuk mengakumulasi kekayaan dan membayar ongkos politik elektoral yang semakin mahal.

Menurut Pengamat hukum asal Surabaya Didi Sungkono saat diminta tanggapannya mengatakan, ” AH. Ketua DPD, MIO Jombang, “Praktik Pokir selama ini  akan  berujung pada sejumlah penyimpangan.

Kantor Desa Bugasur Kedaleman yang direnovasi dengan Program POKIR oleh oknum anggota DPR Kab Jombang. Namun dalam pelaksanaannya dikendalikan keponakan dari sang anggota DPR, ini Nepotisme gaya baru, harus ditindaklanjuti biar tidak ada penyimpangan dana sebesar Rp 150 Juta

Pertama, Pokir tak lebih dari “Penitipan proyek” para anggota DPRD. Pembahasan anggaran antara anggota komisi DPRD dan Satuan Kerja Perangkat Daerah ( SKPD) sudah menjadi rahasia umum telah berujung pada usulan proyek tertentu dengan mengatasnamakan Pokir  DPRD.

Kedua, Jika orang bicara Pokir, aspek Pokok Pikir ( Pokir)  tidak tampak. Yang tampak adalah dimensi “Anggaran atau duit.

Sekali lagi, Pokir menjadi uang proyek  yang di kelola oleh anggota DPRD. Pokir tidak lebih dari istilah sandi rahasia bagi anggota DPRD untuk memainkan APBD

Seperti yang terjadi saat ini di Kabupaten Jombang, ada penyaluran dana pokok pikir ( Pokir) .   Kali ini terkait adanya dana pokok pikir (Pokir) dari salah satu oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jombang yang berinisial And.

Dalam Pokir yang di berikan untuk pembangunan pendopo balai desa Bugasur daleman Kecamatan Gudo kabupaten Jombang, telah diduga melanggar aturan dan diduga melawan hukum.

Saat tim media konfirmasi kepala desa Bugasur kedaleman via WA  Kades menjelaskan kalau pembangunan pendopo balai desa tersebut mendapatkan anggaran dari Pokir salah satu anggota dewan senilai Rp 150 juta,

untuk anggaran saya tidak menerima sepeserpun, dan untuk teknisnya tim pak dewan sendiri yaitu keponakannya, hanya pekerja kasarnya orang sini, jelas kades pada tim media, Sabtu (/1/2/2025).

Kantor DPRD Kab Jombang Jawa Timur, tempat para wakil rakyat yang dipilih rakyat. Harusnya program POKIR (pokok pikir) berpihak kepada rakyat, bukan dikelola oleh keponakan, saudara dan orang terdekat. Ini namanya Kolusi dan nepotisme yang akan berujung ke arah korupsi harus diaudit secara tuntas biaya renovasi kantor Desa dengan anggaran Rp 150 juta, ini harus transparan disampaikan ke masyarakat

Seharusnya tugas seorang legislatif adalah mengawasi pelaksanaan. Dimana setelah Pokir masuk dalam RKPD dan APBD, anggota DPRD memiliki fungsi pengawasan terhadap pelaksanaannya oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. Namun, tidak ada aturan yang mewajibkan anggota DPRD untuk langsung melaksanakan atau menjadi pelaksana proyek Pokir.

Hal ini justru bertentangan dengan prinsip pemisahan tugas antara legislatif dan eksekutif. Pelaksanaan proyek merupakan tugas OPD di bawah pemerintah daerah, bukan anggota DPRD.
Sementara sampai saat ini And  salah satu oknum anggota dewan DPRD Jombang yang di maksud belum berhasil di temui oleh media ini.

Pengamat Kepolisian Didi Sungkono S.H.,M.H., angkat Bicara,”  terkait polemik, jika anggota DPRD diharuskan mengerjakan Pokir, maka ada pihak yang mengharuskan anggota DPRD untuk melaksanakan Pokir yang mereka usulkan, hal tersebut bisa melanggar prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Praktik ini dapat memicu konflik kepentingan dan membuka peluang penyalahgunaan wewenang.

Anggota DPRD tetap memiliki tanggung jawab untuk memastikan Pokir terlaksana sesuai kebutuhan masyarakat, namun DPRD sebagai fungsi pengawasan, bukan sebagai pelaksana proyek.

Dengan dasar aturan yang ada, anggota DPRD wajib mengusulkan Pokir dan memastikan pelaksanaannya melalui fungsi pengawasan. Namun, pelaksanaan proyek bukanlah kewenangan mereka.

Masyarakat diharapkan tetap mengawasi kinerja DPRD untuk memastikan aspirasi yang disampaikan benar-benar diwujudkan tanpa melanggar prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan

Kalaupun ada indikasi anggota DPRD  menekankan Kepala OPD di Kabupaten Jombang” ujarnya.

“Apabila Pokir tersebut dikerjakan sendiri oleh pemberi Pokir, maka kami akan akan melaporkan kepada Polda Jatim Subdit Tipikor atau  Kejati, karena mereka sudah punya niat untuk menghancurkan rakyat yang mendukung mereka, walaupun secara legalitas mereka memenuhi unsur-unsur itu” ungkapnya.

Lebih lanjut Didi menyampaikan, “Jika itu dilaksanakan, bukankah ini bagian dari penyalahgunaan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri sebagaimana disebut sebagai koruptor, baik Pimpinan OPD maupun DPRD terkait” tambahnya.

Berdasarkan investigasi awak media penjelasan tentang praktik Pikir di atas , maka sudah seharusnya Pikir ini di hentikan. Alasannya adalah pertama, terindikasi merusak demokrasi. Praktik Pikir hanyalah cara bagi anggota DPRD untuk mengumpulkan duit guna membiayai kontestasi politik. Dengan demikian,praktik politik uang pun tidak terhindarkan. Akibatnya, rakyat pun tidak lagi memilih wakilnya karena alasan integritas dan kompetensi, tetapi karena pernah mendapat kan uang dari kandidat.

“Dan setelah terpilih pun anggota DPRD yang bersangkutan tidak akan memperjuangkan Nasih konstituennya , tetapi mengumpulkan uang guna  mengembalikan modal  yang pernah di keluarkan dan membiayai kontestasi berikutnya. Ini tentu patologi bagi demokrasi , “Ungkap Didi Sungkono.

Lanjut Totok “Bidik”, Praktik Pokir diduga meniadakan prinsip kontrol dalam penyelenggara kekuasaan dan bertentangan dengan prinsip trias politica. Mekanisme kontrol itu esensial dalam demokrasi. Kekuasaan politik tanpa kontrol sudah pasti korup dan fatal” ungkapnya.

Menurut Pengamat hukum Didi Sungkono.S.H.,M.H., Itu tidak bisa dibenarkan , rawan penyalahgunaan kekuasaan dan itu bisa dijerat dengan UU No 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi UU No 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi, masyarakat harus awasi secara melekat, rekan rekan wartawan juga harus melakukan kontrolnya secara penuh,karena itu adalah wakil rakyat, yang mana harus diutamakan suara rakyat, bukan suara golongan tertentu, biar kedepannya semakin terpercaya oleh rakyat, “Ujar Pengamat hukum yang juga Direktur Lembaga Bantuan Hukum Rastra Justitia ini. Bersambung..

( Arinta/ Totok/ Nyoto/ Safruddin/ Sugeng/ Basori/ Jarwo/ Cahyo )

Continue Reading
You may also like...
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Apple

To Top