JATIM
Pengerjaan Paket Dakel 31 Kecamatan Diduga Langgar Perwali No. 123/2024, Proyek Triliunan Rupiah Terancam Bermasalah

Proyek Dakel triliunan rupiah di 31 kecamatan Surabaya diduga disubkontrakkan ke pihak ketiga melanggar Perwali No.123/2024 dan aturan swakelola LKPP. Pokmas hanya jadi stempel, pengawasan Inspektorat lemah, dan indikasi KKN antara Camat–Lurah–Pokmas makin kuat. Anggaran rakyat jangan dijadikan ladang bancakan!
Berita Patroli – Surabaya
Sepanjang tahun 2025, Pemerintah Kota Surabaya menjalankan program pembangunan saluran air atau gorong-gorong di 31 Kecamatan dan 154 Kelurahan. Tujuan utama program ini adalah untuk mencegah genangan air atau banjir setelah hujan deras.
Program ini dipimpin langsung oleh Walikota Surabaya, Eri Cahyadi, yang memerintahkan pembangunan infrastruktur air di wilayah masing-masing kecamatan. Selain pembangunan fisik, dibentuk pula kelompok masyarakat (Pokmas) di setiap kelurahan. Pokmas merekrut warga ber-KTP Surabaya untuk menjadi tenaga kerja sipil, dengan pendanaan dari Dana Kelurahan (DAKEL) yang mencapai triliunan rupiah.

Proyek gorong-gorong Dana Kelurahan tampak rapi di permukaan, namun di baliknya muncul dugaan subkontraktor ilegal, permainan anggaran, dan pelanggaran Perwali. Foto ini jadi bukti bahwa pembangunan harus diawasi ketat, sebelum uang rakyat kembali lenyap tanpa jejak.
Semua aktivitas ini harus mengacu pada Peraturan Walikota Surabaya Nomor 123 Tahun 2024. Peraturan ini merupakan perubahan ketiga atas Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 68 Tahun 2019, yang mengatur pedoman pembangunan sarana dan prasarana kelurahan serta pemberdayaan masyarakat.
Salah satu ketentuan penting dari Perwali No. 123 Tahun 2024 adalah Pasal 1 ayat (21), yang menyatakan bahwa jumlah paket pekerjaan yang dikerjakan oleh kelompok masyarakat tidak dibatasi. Syaratnya, kelompok tersebut harus membuat surat pernyataan kesanggupan mengerjakan pekerjaan dan mendapat penilaian dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Selain Perwali Surabaya, pelaksanaan kegiatan juga wajib mematuhi Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pedoman Swakelola. Pada halaman 30 poin 6.2 huruf f disebutkan bahwa kelompok masyarakat yang melaksanakan swakelola tidak boleh mengalihkan pekerjaan utama kepada pihak lain. Artinya, pekerjaan tidak boleh disubkontrakkan kepada pihak ketiga.
Namun, hasil investigasi media BERITA PATROLI menunjukkan adanya dugaan penyimpangan. Banyak pekerjaan proyek yang dibiayai Dana Kelurahan justru disubkontrakkan ke pihak ketiga, yang bertentangan dengan peraturan pelaksanaan swakelola.
Dugaan lain muncul terkait praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme antara Penanggung Jawab Anggaran (PA) atau Camat, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau Lurah, dan Penyedia jasa (Pokmas). Dugaan tersebut menunjukkan adanya pemborosan anggaran negara yang diperuntukkan bagi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat kelurahan.
Pengawasan atas pelaksanaan program ini seharusnya dilakukan oleh Inspektorat. Namun, dugaan kuat yang muncul adalah pengawasan masih kurang optimal, sehingga penyimpangan tersebut sulit ditindaklanjuti dengan tegas.
Kondisi ini menjadi perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk Yanto Ireng, pemerhati pembangunan infrastruktur Kota Surabaya dari Komunitas Pergerakan Arek Suroboyo (KomPAS). Media-media online juga aktif menayangkan berita tentang pembangunan gorong-gorong yang dibiayai Dana Kelurahan, untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan program ini.















You must be logged in to post a comment Login