Berita Nasional
KOMPOL I MADE YOGI PURUSA UTAMA, KARIER CEMERLANG YANG TERCORENG KASUS PEMBUNUHAN BRIGADIR NURHADI

Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Alm.Brigadir Nurhadi.
Berita Patroli – Lombok
Nama Kompol I Made Yogi Purusa Utama tengah menjadi perhatian publik setelah dipecat dari kepolisian karena diduga terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir Muhammad Nurhadi. Kasus tragis yang terjadi di sebuah vila kawasan wisata Gili Trawangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), ini menyeret nama Yogi yang sebelumnya dikenal sebagai perwira muda dengan catatan karier gemilang di tubuh Polri.
Peristiwa ini bermula pada Rabu, 16 April 2025, saat Brigadir Nurhadi diajak oleh Kompol Yogi dan Ipda Haris Chandra (HC) ke Gili Trawangan untuk berpesta. Di lokasi, Nurhadi diduga mengonsumsi kombinasi obat penenang riklona dan pil ekstasi (inex).
Namun pesta berujung maut. Nurhadi disebut sempat mencoba merayu seorang perempuan yang juga berada di vila bersama rombongan. Perilaku itu, menurut Dirreskrimum Polda NTB Kombes Syarif Hidayat, dibenarkan oleh saksi-saksi di tempat kejadian perkara.
Sekitar pukul 21.00 WITA, salah satu tersangka melaporkan bahwa Nurhadi ditemukan di kolam dan diangkat dalam kondisi sudah tidak sadar. Awalnya, ia disebut meninggal karena tenggelam. Namun autopsi membantah klaim itu.
Dokter forensik Universitas Mataram, dr Arfi Samsun, mengungkapkan bahwa tulang lidah Nurhadi patah akibat cekikan. Selain itu, ditemukan luka memar di bagian kepala depan dan belakang akibat hantaman benda tumpul. “Ada kekerasan berupa pencekikan yang menyebabkan korban tidak sadar hingga akhirnya tenggelam,” kata dr Arfi.
Meskipun tiga orang sudah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Kompol Yogi, Ipda Haris, dan seorang perempuan berinisial M, penyidik belum bisa memastikan siapa yang melakukan pencekikan. Bahkan hasil tes poligraf menunjukkan banyak jawaban para tersangka tidak sesuai fakta.
Kompol I Made Yogi Purusa Utama akhirnya dijatuhi sanksi etik berat. Ia dinyatakan melanggar Pasal 11 ayat (2) huruf b dan Pasal 13 huruf e dan f dalam Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri. Selain itu, ia juga dikenai Pasal 13 ayat (1) PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang pemberhentian anggota Polri. Dengan demikian, Yogi resmi diberhentikan dari kepolisian.
Yogi bukan sosok asing dalam jajaran Polda NTB. Ia lahir di Jembrana, Bali, dan merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) angkatan 2010. Salah satu rekan seangkatannya adalah AKP Irfan Widyanto, peraih Adhi Makayasa yang juga menjadi tersangka dalam kasus obstruction of justice pembunuhan Brigadir J oleh Ferdy Sambo.
Karier Yogi cukup moncer. Ia pernah menjabat sebagai Kasatresnarkoba dan Kasatreskrim Polresta Mataram. Pada November 2024, ia dipromosikan ke Bidpropam Polda NTB sebagai Kasubbid Paminal sebuah jabatan penting yang mengawasi perilaku anggota kepolisian.
Pada tahun 2017, Yogi menyelesaikan studi Ilmu Kepolisian di PTIK. Ia juga lulus seleksi Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah (Sespimen) pada 2024, namun masa depannya di pendidikan tinggi Polri itu kini terancam dibatalkan.
Dari sisi ekonomi, Yogi melaporkan harta kekayaannya senilai Rp1,16 miliar ke KPK dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada Januari 2024. Kekayaan terbesar berasal dari tanah dan bangunan di Sidoarjo senilai Rp1,1 miliar. Ia juga memiliki motor Yamaha XMAX senilai Rp45 juta dan simpanan kas sekitar Rp18 juta.
Kasus yang menjerat Kompol I Made Yogi Purusa Utama menambah daftar kelam tragedi yang melibatkan aparat penegak hukum. Dari seorang perwira muda berprestasi hingga tersangka pembunuhan anak buahnya sendiri, perjalanan karier Yogi menjadi pelajaran pahit bahwa tanggung jawab moral dan etik dalam profesi kepolisian tidak bisa dinegosiasikan.
Penyidikan masih berjalan, dan publik menantikan siapa sesungguhnya pelaku utama pencekikan yang menyebabkan kematian Brigadir Nurhadi. (Red)

You must be logged in to post a comment Login