Connect with us

Berita Patroli

Berita Nasional

Sidang Kasus Bullying dan Dugaan Bunuh Diri Dokter Aulia Ungkap Pungli Rp2,4 Miliar di PPDS Anestesi Undip

Para terdakwa kasus dugaan bullying

Para terdakwa kasus dugaan bullying

 

Berita Patroli – Semarang

Pengadilan Negeri Semarang menggelar sidang lanjutan atas kasus dugaan bullying yang berujung pada dugaan bunuh diri dokter Aulia Risma Lestari, residen Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), pada Senin (26/5). Sidang ini mengungkap sejumlah fakta mengejutkan terkait praktik pungutan liar dan kekerasan psikologis dalam lingkungan pendidikan kedokteran tersebut.

Tiga terdakwa hadir dalam persidangan: mantan Ketua Program Studi Anestesiologi FK Undip Taufik Eko Nugroho, staf administrasi Sri Maryani, dan dokter senior Zara Yupita. Ketiganya didakwa atas berbagai pelanggaran hukum, mulai dari pemerasan, penipuan, hingga pemaksaan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Semarang, Shandy Handika, memaparkan bahwa Taufik Eko Nugroho didakwa melakukan pungli senilai total Rp2,4 miliar selama masa jabatannya dari tahun 2018 hingga 2023. Pungutan ini dibebankan kepada seluruh mahasiswa PPDS Anestesi, masing-masing sebesar Rp80 juta, yang diklaim sebagai biaya operasional pendidikan.

Dana tersebut dikumpulkan secara tunai oleh bendahara angkatan dan diserahkan kepada Sri Maryani, tanpa melalui mekanisme resmi universitas. Uang tersebut tidak tercatat dalam sistem keuangan kampus, melainkan hanya dibukukan secara manual dalam buku bersampul batik milik Sri Maryani.

“Dari dana tersebut, terdakwa Taufik juga menerima sejumlah Rp177 juta untuk keperluan pribadinya,” ungkap Shandy.

Kekerasan Psikologis dan Budaya Senioritas

Lebih dari sekadar pungli, kasus ini juga menyoroti sistem senioritas ekstrem yang diterapkan dalam lingkungan PPDS Anestesi Undip. Terdakwa Zara Yupita, yang merupakan dokter senior, disebut melakukan intimidasi terhadap juniornya, termasuk almarhumah dokter Aulia Risma.

Jaksa menjelaskan, Zara memberlakukan doktrin keras seperti “senior tidak pernah salah” dan “dokter junior tidak boleh mengeluh,” yang disampaikan melalui pertemuan daring. Mahasiswa junior juga dipaksa menyerahkan uang untuk membayar “joki” tugas-tugas senior, dengan total mencapai Rp88 juta.

Tidak hanya itu, Zara disebut melakukan evaluasi disertai hukuman fisik dan verbal terhadap angkatan 77, termasuk Aulia. Para junior kerap dipaksa berdiri selama satu jam dan difoto sebagai bentuk penghukuman. Evaluasi bahkan dilakukan dini hari, pukul 02.00 hingga 03.00 WIB.

Dugaan Bunuh Diri Akibat Tekanan Psikis

Dokter Aulia Risma Lestari, yang juga menjabat sebagai bendahara angkatan, diketahui telah mengumpulkan dana hampir Rp864 juta dari sesama rekan seangkatannya. Dana itu digunakan untuk berbagai kebutuhan tak resmi, termasuk konsumsi bagi para senior.

Shandy menyebut bahwa tekanan yang dialami Aulia bersifat sistemik dan berkelanjutan, hingga berdampak pada kondisi psikologisnya. “Terdapat relasi kuasa yang menjadi sumber kekerasan psikis berkepanjangan, yang pada akhirnya membuat Aulia kehilangan kepercayaan diri, merasa tidak berdaya, dan mengalami depresi berat,” ujarnya.

Aulia ditemukan meninggal dunia pada Agustus 2024. Jaksa menilai tindakan para terdakwa memiliki keterkaitan langsung dengan kondisi psikis korban yang memburuk.

Taufik dan Sri Maryani didakwa dengan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, Pasal 378 tentang penipuan, dan Pasal 335 tentang pemaksaan. Sementara Zara Yupita didakwa berdasarkan Pasal 368 dan Pasal 335 KUHP, dengan tambahan unsur kekerasan psikis dan relasi kuasa yang menekan.

Ketiga terdakwa tidak mengajukan eksepsi dan meminta agar perkara dilanjutkan ke tahap pemeriksaan. Persidangan berikutnya dijadwalkan akan menghadirkan saksi-saksi dari kalangan mahasiswa dan pihak universitas.

Kasus ini menjadi sorotan nasional dan memicu desakan reformasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan dokter spesialis di Indonesia, terutama dalam menangani praktik kekerasan dan senioritas berlebihan di lingkungan akademik. (Red) 

Continue Reading
You may also like...
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

More in Berita Nasional

To Top