Berita Nasional
Majelis Hakim Sorot Peran Direksi Antam dalam Skandal Korupsi Rp3,3 Triliun

Enam mantan pejabat PT Antam Tbk jalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta
Berita Patroli – Jakarta
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan bahwa jajaran direksi PT Aneka Tambang (Antam) Tbk periode 2010 hingga 2021 patut dimintai pertanggungjawaban pidana dalam kasus dugaan korupsi kerja sama jasa pemurnian dan lebur cap emas di Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) Antam.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh hakim anggota Alfis Setiawan saat membacakan pertimbangan dalam sidang pembacaan putusan terhadap enam terdakwa, Selasa (27/5). Dalam pertimbangannya, hakim menegaskan bahwa tanggung jawab pidana dalam perkara ini tidak hanya berada di pundak para terdakwa yang menjabat di UBPP LM, melainkan juga menyentuh level direksi perusahaan.
“Kegiatan tersebut tidak sesuai dengan bidang usaha sebagaimana diatur dalam anggaran dasar PT Antam, tetapi berlangsung selama lebih dari 11 tahun dan diketahui oleh para direksi,” ujar Alfis.
Menurut majelis hakim, jajaran direksi PT Antam tidak melaksanakan tanggung jawab mereka dalam melakukan kajian dari sisi finansial, manajemen, dan legal. Bahkan, direksi dinilai lalai dalam melindungi hak eksklusif Antam atas merek Logam Mulia (LM). Hal ini diperkuat oleh keberadaan kegiatan lebur cap dan pemurnian emas dalam dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) serta laporan keuangan tahunan PT Antam, yang disebut cukup sebagai bukti bahwa direksi mengetahui dan menyetujui aktivitas tersebut.
Selain keenam terdakwa, majelis hakim juga menilai Tri Hartono, yang menjabat sebagai General Manager UBPP LM Antam pada periode 1 Maret hingga 14 Mei 2013, patut dimintai pertanggungjawaban pidana. Dalam kurun waktu tiga bulan masa jabatannya, Tri Hartono dinyatakan terbukti terlibat dalam kegiatan jasa yang merugikan keuangan negara sebesar Rp281,8 miliar.
Enam terdakwa dalam perkara ini dijatuhi vonis masing-masing delapan tahun penjara serta denda sebesar Rp750 juta, subsider empat bulan kurungan. Putusan ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum yang sebelumnya menuntut hukuman sembilan tahun penjara.
Mereka dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Total kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp3,31 triliun. (Red)

You must be logged in to post a comment Login