Connect with us

Berita Patroli

Didi Sungkono, S.H., M.H : Polisinya Masyarakat itu Harus Jujur, Bernurani Dalam Menegakkan Hukum Berkeadilan Beradab dan Bermartabat

Didi Sungkono. S. H., M. H : Polisi nya masyarakat itu harus jujur, bernurani, dalam menegakkan hukum, ber keadilan, beradab dan bermartabat

Didi Sungkono, S.H., M.H. : Polisi nya masyarakat itu harus jujur, bernurani dalam menegakkan hukum berkeadilan, beradab dan bermartabat

Penulis tercatat sebagai Mahasiswa Doktor Ilmu Hukum, Opini hukum ini untuk melengkapi tugas Desertasi

Sudah saatnya Polri berubah menjadi yang lebih baik lagi, jargon-jargon setiap pergantian pucuk pimpinan di tubuh kepolisian Tribrata 1 (Sebutan untuk Kapolri).

Baik Jargon : PROMOTER (Profesional, Modern, Terpercaya) atau PRESISI, dimaknai sangat bagus, Responsibilitas, transparansi, berkeadilan, yang menyertai pendekatan pemolisian prediktif agar ditekankan setiap anggota polri mampu melaksanakan segala tugas tugasnya secara cepat, tepat, responsif, humanis transparan, bertanggungjawab serta berkeadilan.

Kalau dengan benar diterapkan maka inilah yang akan mewujudkan Polri yang ideal dicintai oleh masyarakat. Karena Polri berasal dari masyarakat, keberhasilan Polri bukan banyaknya penangkapan penangkapan para pelaku kejahatan, tapi bagaimana kejahatan kejahatan tersebut berkurang hingga timbul rasa aman dan nyaman, serta masyarakat merasa terayomi, terlindungi dan tentunya merasa terlayani dengan ikhlas.

Sudah jelas diatur dalam UU No 02 tahun 2002 Tentang Kepolisian, Kamdagri adalah Polri, begitu besar kewenangan yang diberikan negara, masyarakat kepada organisasi Polri. Marwah keberhasilan Polri adalah rasa puasnya masyarakat, melalui polling yang jujur, “Revolusi mental menuju kepolisian yang exellent” Yang harus diterapkan dan di garis bawahi. Karena Polri adalah penjaga kehidupan, pembangun peradaban, dan sebagai pejuang kemanusiaan.

Polri dengan Mafia bedanya tipis, setipis kulit bawang. Anggota Polri mempunyai 02 (Otot, Otak), Mafia juga demikian sama-sama mempunyai 02 (Otot, Otak), namun sebagai anggota Bhayangkara apalagi para alumnus Akpol harusnya mempunya faktor “N” (Nurani) dalam sebuah penegakkan hukum. Biar mengerti, paham benar dan salah, bukan memakai kacamata kuda dalam sebuah penegakkan hukum.

Ada beberapa oknum-oknum penyidik yang bermental bejat, berkelakuan hedonisme, mendewa dewa kan harta yang didapat dari cara cara yang kurang patut, pemerasan, menakut nakuti, ancam mengancam, KUHP diartikan (kasih uang habis perkara) atau KUHP diartikan (kurang uang harus penjara).

Oknum-oknum ini yang harus ditindak tegas, karena mentalnya sudah bobrok dan rusak, karena rusaknya negara ini tergantung aparat penegak hukumnya. Kita sebagai masyarakat awam ingin mengungkapkan keinginan, berusaha menjelaskan, membayangkan memimpikan, mengharapkan bagaimana figur atau sosok polisi (sebagai subyek) dari lembaga yang namanya POLRI, sebagai polisinya masyarakat yang bersikap santun, humanis, bukan malah bergaya sang raja, yang selalu minta dilayani, minta dihormati. Sopo siro sopo ingsun, adigung adiguno.

Polisi adalah sebuah profesi yang terhormat, berasal dari masyarakat mengemban mandat, Undang-Undang dari masyarakat, polisi harus bisa “Menembak hati masyarakat”, polisi adalah alat negara, Polri lahir dari masyarakat. Polri adalah murni sipil, bukan militer, jadi gaya arogansi harus benar-benar dihilangkan.

Setiap anggota Polri dituntut untuk Profesional dalam bertugas, jauh dari kata tidak ikhlas, revolusi mental adalah salahsatu nya untuk membentuk jiwa bhayangkara sejati, profesionalisme Polri perlu dilatih untuk menjadi sebuah kebiasaan.

Tugas Polri itu sangat ringkas “To serve and to proted”, Polisi masyarakat itu jujur tidak ngapusi (mbijuki)/ membohongi masyarakat. Karena Polri harus bisa merangkul masyarakat menjadi sahabat masyarakat, karena diakui iya ataupun tidak, masyarakat kita mayoritas adalah orang orang yang sederhana, tergolong marginal, mereka banyak mengidolakan aparat yang “peduli” Berempati.

Polri yang mampu menjalankan tugasnya dengan profesional, jujur, bersahaja, dan memperjuangkan masyarakat yang dilayani dengan humanis, sosok tersebut akan menjadi role, ikon (panutan). Sedangkan oknum Polri yang merasa derajatnya lebih tinggi, jaim, eklusif, memeras, mengancam, membebani, menakut nakuti, akan menyengsarakan masyarakat, model oknum pejabat Polri yang seperti ini jangankan diterima, keberadaannya pun membuat muak, masyarakat akan tinggal menunggu waktu yang tepat untuk membalas dendamnya.

Belum lama ini Polri kita sedang di uji oleh sosok jenderal yang pandai bermain kata, merangkai kalimat, pandai berdusta, merekayasa sebuah kebenaran, dan itu sangat diluar nalar. Bisa dilakukan sosok alumnus Akpol, polisi nya polisi, apapun alasannya, kini masyarakat sudah mulai percaya dengan Polri, karena ketegasan sosok Kapolri.

Ungkap tuntas, memang sosok bhayangkara sejati tidak terlepas dari sikap, tutur kata, dan pelayanan kepada masyarakat, itu adalah cerminan suatu ketulusan hati, tugas dan wewenang, sebagai simbol core value yang membanggakan, satria bhayangkara harus dilatih, dipersiapkan dan diperjuangkan. Karena lawan dari Ksatria Bhayangkara yang bersih adalah orang-orang dalam sendiri, para kaisar2, sultan-sultan, para kelompok status quo, kelompok zona nyaman, seperti dalam sejarah Polri Kasubbag Mutjab tidak akan pernah di isi dari kelompok diluar Alumnus Akpol.

Menyiasati kondisi demikian, reformasi, revolusi mental bukan dilaksanakan dari bawah tapi dari atas. Perubahan itu dimulai dari sang pemimpin, butuh pengorbanan dan perjuangan. pemimpin datang untuk melayani, membawa harapan, mempu menjadi sandaran disaat muncul kesusahan.

Dan perlu dicatat, pemimpin yang membawa perubahan itu bukan hasil dari karbitan, bukan orang titipan, bukan oknum yang pandai merekayasa, tidak bernurani, bermental bejat, arogan dan hedon, ingat Fox Populi Fox Dei, suara masyarakat adalah suara Tuhan, pahami aspirasi masyarakat. Polri adalah milik mayarakat, bukan milik oknum, atau golongan.

Polri yang exellent, bukan dasar pangkat, jabatan, dan bukan karena kekayaannya. Namun polisi yang mempunyai otak, otot, nurani dalam melaksanakan tugas, penegakkan hukum, ikhlas dalam berbuat.

Perkembangan Reformasi Polri bukan hanya sebuah klaim tapi untuk dilaksanakan masyarakat tidak akan lupa ada yang namanya grand strategy Polri kurun waktu 2005 -2025. Agar sukses mengembalikan marwah kepercayaan publik (trust building) terhadap institusi Polri.

Polri sesuai dengan paradigma baru, sebagai polisi sipil, sebagaima amanat UU No 02 Tahun 2002 Tentang Kepolisian. Paradigma baru sebagai polisi sipil yang melayani publik dan menjadikan sebagai publik service organization. Ini yang perlu digalakkan kembali, oknum yang bermental tidak baik bagaikan ulat di kebun Polri.

Ini adalah sebuah dinamika Polri dalam menegakkan keadilan hukum bagi para anggota anggota nya, ketika Polri mampu menerapkan strategi yang tepat peningkatan kepercayaan masyarakat kepada Polri bukan hal yang tidak mungkin. Perubahan berawal dari sang pemimpin, perubahan itu berawal dari atas bukan dari bawah, perekrutan akademi Kepolisian adalah filter yang utama, secara transparan jujur dan terbuka, karena alumnus Akpol kelak akan ikut mewarnai merah putihnya NKRI, tentunya diharapkan menjadi sosok Pemimpin yang sejati, Ksatria bhayangkara penjaga marwah kehidupan.

(Didi Sungkono, S.H., M.H.)

To Top