Hukum dan Kriminal
Tahanan Polres Perak Tewas Dianiaya 13 Orang, Diduga Penyebabnya Adalah “UANG”

Istri korban saat bersaksi dalam persidangan (Foto: Istimewa)
Surabaya – Berita Patroli – 13 Orang didakwa melakukan penganiayaan hingga menewaskan seorang tahanan. 13 orang itu masih berstatus tahanan Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Gegara penganiayaan itu, Abdul Kadir tewas di ruang tahanan. 13 tahanan yang diduga menjadi penyebab tewasnya Kadir pun disidang.
Dalam surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nanik Prihandini mengatakan perkara itu bermula ketika Kadir baru ditahan di Rutan Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya pada awal Februari 2023 dalam perkara narkoba. Ia menempati sel atau kamar Nomor 7.
Saat itu, Kadir dalam kondisi sehat ketika pertama kali masuk ke Rutan Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Bahkan, dipastikan tak ada luka sedikitpun di luar dan dalam tubuhnya.
“Pada tanggal 20 April 2023 (sebulan pasca ditahan) pada saat apel malam sekitar pukul 19.00 WIB, Kadir masih dalam kondisi sehat dan bisa beraktivitas normal,” kata Nanik dalam dakwaannya saat sidang di Ruang Sari PN Surabaya, Senin (28/8/2023).
Namun, setelah apel malam sekitar pukul 21.47 WIB, Kadir digiring oleh 3 tahanan lain, yakni Bayu Aji Pengestu, Ryzal Satria Arifiadi, dan Rafi Subahtiar ke dalam ruang jemuran. Di sana, ketiganya menutupi CCTV dengan kain yang dilakukan Dery Triawan Putra.
Di dalam ruang jemuran itu lah, Kadir dianiaya Bayu, Ryzal, dan Rafi menggunakan tangan kosong secara bersama-sama dengan tangan kosong. Lalu, datang tahanan lain, Ahmad Farid dan langsung memukul kepala korban.
“Terdakwa Ahmad Farid memukul menggunakan ikat pinggang dimana gesper terbuat dari besi sehingga kepala korban Abdul Kadir berdarah,” ujarnya.
Bukannya menghentikan aksinya, para tahanan justru terus menganiaya Kadir. Selain dipukul, Kadir juga ditendang oleh para tahanan lainnya berkali-kali.
Akibat ulah para tahanan itu, Kadir tak sadarkan diri. Pada saat apel pagi keesokan harinya, pada 21 April 2023 sekitar pukul 07.15 WIB, kondisi Kadir kian menurun.
“Korban Abdul Kadir berjalan pincang dan mengenakan songkok warna putih dengan tujuan agar luka korban di kepala tidak diketahui oleh petugas jaga,” paparnya.
Pukul 09.47, tahanan bernama Novan Wijaya Hartanto turut menganiaya Kadir. Ia menginjak dan menendang kaki Kadir berkali-kali. Lalu, diikuti tahanan lainnya, yakni Moch. Rifai, A. Farid, dan Sulaiman. Penganiayaan itu dilakukan berulang kali. Baik di ruang tahanan, hingga ke area jemuran.
“Korban Abdul Kadir dipaksa oleh tahanan lain untuk mandi namun korban Abdul Kadir tidak mau. Sehingga korban Abdul Kadir diangkat paksa ke ruang jemuran,” ujarnya.
Pada 28 April 2023 pukul 05.51 WIB, Kadir dievakuasi petugas kesehatan dari dalam ruang tahanan ke RS PHC Surabaya. Nahas, dalam perjalanan nyawa Kadir tak tertolong.
Berdasarkan hasil pemeriksaan jenazah tanggal 8 Mei 2023, ditemukan resapan darah pada kulit kepala, kulit dada ditemukan darah diatas selaput tebal otak, hingga patah tulang tempurung kepala atas kanan akibat kekerasan tumpul pada jenazah Abdul Kadir. Lalu, ditemukan kebiruan pada ujung ujung jari tangan dan selaput lendir bibir yang lazim ditemukan pada mati lemas atau Asfiksia.
“Sebab kematian akibat penyumbatan pembuluh darah batang otak yang terjadi karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah dan pengerasan pembuluh darah (athresclerosis) yang menimbulkan gangguan nafas sehingga mati lemas,” jelasnya.
Sementara, 13 terdakwa membenarkan aksi penganiayaan itu. Seluruhnya menjawab secara bergiliran saat sidang secara daring.
Akibat ulahnya itu, 13 terdakwa sebagaimana diancam pidana dalam Pasal 351 ayat (1), (3) KUHP juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP terkait penganiayaan berat.
Sementara itu, istri Abdul Kadir, Sitiyah menyebut telah menghubungi suaminya hingga 4 kali sebelum dikabarkan tewas. Setiap kali berkomunikasi, Kadir selalu meminta agar Sitiyah kerap mengiriminya uang.
Namun, Sitiyah mengaku hanya 1 kali mengirim uang. Namun terlambat, tahanan kasus narkotika itu tewas usai dimassa teman-teman 1 selnya akibat tak memberikan uang.
“Sempat minta dikirimi uang Rp 1 juta, tapi saya transfer Rp 200 ribu karena tidak punya (uang),” tutur Sitiyah.
Tak berhenti sampai di situ, di pekan selanjutnya Kadir meminta Rp 1 juta, lalu naik Rp 1.5 juta pada beberapa pekan selanjutnya. Dari situ lah ia mengaku mulai panik. Sebab, jumlah yang diminta kian bertambah.
“Setiap telepon hanya sebentar, lalu dimatikan. Keadaan (Abdul Kadir) panik, seperti kesakitan,” sambungnya.
Ketika komunikasi yang keempat, Sitiyah mengaku percakapan itu adalah yang terakhir. Sebab, suara Kadir terdengar lemas.
“Di belakang dia ada suara orang yang mendikte. Ada luka lebam (di tubuh Kadir), ketakutan. Saya curiga bukan suami yang ingin (uang itu),” tegasnya.
Usai hal tersebut, Sitiyah malah dihubungi oleh penyidik yang mengusut kasus suaminya. Kemudian, menyampaikan kondisi kesehatan Kadir kritis.
Betapa terkejutnya Sitiyah usai mendapati jenazah Kadir dipenuhi bekas luka. Kepala terpidana kasus narkotika itu tak henti-hentinya mengeluarkan darah.
(Red)
