Hukum dan Kriminal
Diduga Jadi Korban Kekerasan, Santri di Lamongan Meninggal

Kepolisian bersama anggota keluarga korban di RSUD dr Soegiri Lamongan
LAMONGAN – Berita Patroli – Santri yang juga murid MTs di salah satu pesantren di Kecamatan Paciran Lamongan meninggal diduga menjadi korban penganiayaan.
Korban berinisial M, berusia 13 tahun. Kabar meninggalnya M ini sangat mengejutkan orangtua korban hingga pihak keluarganya tak terima dan menginginkan agar kasus ini bisa diusut secara tuntas.
Basuni (38), selaku bapak korban mengaku sangat terkejut saat dia menerima kabar kematian M, putra pertamanya, yang tengah menempuh pendidikan di salah satu pesantren di Lamongan. Kabar itu diterima Basuni dari ND, wali kelas anaknya, pada Jumat (25/8/2023), sekira pukul 06.30 WIB.
Kala itu, wali kelas menyampaikan ke pihak orang tua bahwa korban sakit dan dilarikan ke RS Suyudi, Paciran. Kabar itu disampaikan secara langsung oleh wali kelas dengan mendatangi kediaman Basuni.
Menerima kabar itu, Basuni bersama pihak keluarga bergegas menuju ke RS Suyudi. Akan tetapi, setibanya di lokasi, Basuni mengetahui anaknya sudah dalam keadaan tak bernyawa. Pihak keluarga pun merasakan kesedihan yang begitu mendalam.
Tak berhenti di situ, setelah melihat kondisi jenazah korban, pihak keluarga merasa sangat curiga. Pasalnya, di sekujur tubuh korban terdapat luka yang diduga merupakan bekas penganiayaan.
Keluarga yang menilai terdapat beberapa kejanggalan atas kematian korban kemudian memutuskan untuk melaporkannya ke pihak kepolisian.
Sejumlah kejanggalan yang diungkapkan oleh pihak keluarga itu di antaranya mayat sudah dalam keadaan kaku dan wajah membiru. Bahkan di bagian betis dan paha korban terdapat memar-memar. Tak cukup itu, kemaluan korban juga mengalami memar hingga membiru.
Arif Mulkan, selaku paman korban pun turut membenarkan, bahwa pihak keluarga merasa ada kejanggalan dan ketidakwajaran atas kematian korban. Mulkan bahkan memastikan jika korban sudah meninggal beberapa jam sebelumnya saat dilarikan ke rumah sakit.
“Informasi yang kami dapat dari pihak rumah sakit, korban saat dibawa ke rumah sakit ternyata sudah meninggal. Saya melihat korban masih pakai seragam sekolah. Padahal saat itu hari Jumat, sekolah libur. Berarti, apa pun kejadiannya pasti hari Kamis,” kata Mulkan.
Hal senada juga dituturkan oleh Cipto, sanak keluarga Basuni. Dia menceritakan bahwa jenazah korban sempat dibawa pulang ke rumah duka. Hanya saja, berdasarkan kecurigaan yang dirasakan, akhirnya keluarga memutuskan untuk melaporkannya ke polisi.
“Mayat korban sempat dibawa pulang. Tapi kecurigaan terus dirasakan, akhirnya lapor ke polres dan membawa jebazahnya ke RSUD dr. Soegiri Lamongan untuk dimintakan visum,” tutur Cipto.
“Keluarga tidak tega untuk dilakukan autopsi. Kami sempat terima saja kejadian ini. Karena kami kira dengan visum sudah bisa dilanjutkan proses hukumnya,” sambungnya.
Laporan dari pihak keluarga segera direspon oleh kepolisian. Kasatreksrim Polres Lamongan AKP Christian Kosasih didampingi Kanit Pidum Iptu Sundan dan sejumlah anggotanya segera turun tangan mendalami kasus ini.
Polisi juga mencatat keterangan dari para saksi dan mengawal proses visum. Kendati demikian, pihak keluarga waktu itu sempat menolak tawaran autopsi pada jenazah korban. “Tentu akan dilakukan penyelidikan lebih lanjut,” tandas Kasi Humas Polres Lamongan, Ipda Anton Krisbiantoro.
Selang beberapa waktu kemudian, pihak keluarga akhirnya merelakan proses autopsi terhadap jenazah korban atas beberapa penjelasan yang diterima. “Bapak Basuni dan keluarga akhirnya bisa menerima. Karena dugaan ada unsur kekerasan terhadap korban sangat kuat,” ujar salah seorang petugas.
Sementara itu, pihak pesantren sempat membantah bahwa kematian korban disebabkan oleh penganiayaan. Mereka hanya mengatakan bahwa korban mengeluhkan sakit dan masih sempat mengikuti kegiatan belajar mengajar di lembaga pendidikan setempat.
Wakasek Kesiswaan MTs Tarbiyatut Tholabah, M Fatih Taqiyudin mengatakan bahwa korban masih mengikuti proses belajar mengajar seperti biasanya pada hari Selasa, Rabu, dan Kamis (22-24/8/2023).
Fatih mengatakan bahwa pada hari Kamis itu, tepatnya pada saat mata pelajaran ke 7 dan 8 berlangsung, korban mengeluh bahwa kondisi tubuhnya sedang sakit. Sehingga wali kelasnya pun meminta kepada korban agar berstirahat di kamar pengurus.
“Karena M anak yang mukim (di pesantren), sehingga istirahatnya di kamar pengurus dan tidak harus pulang. Itu sebatas yang kami dengar, hingga mendengar M diketahui meninggal dunia,” ujar Fatih.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Pondok Putra, Danang Eko Saputra menyamapaikan bahwa M sudah diberikan obat saat beristirahat dan dirawat di kamar pengurus setempat. Danang menegaskan, M diketahui meninggal pada Jumat (25/8/2023), saat menjelang salat subuh.
Waktu itu, M tidak merespons dan badannya sudah kaku saat hendak dibangunkan. “Akhirnya saya bersama seorang pengurus pondok membawanya ke dokter,” ungkap Danang.
Ternyata, berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, dipastikan kalau M sudah meninggal dan akhirnya untuk sementara dibawa kembali ke pesantren. Atas kejadian tersebut, lanjut Danang, dilakukanlah musyawarah pengurus dan meminta petunjuk kepada pengasuh pesantren.
Dari situ, korban lalu dibawa ke RS Suyudi Paciran. Danang bersama wali kelas ke rumah korban untuk memberitahukan kondisi korban. “Kepada orang tua korban, kami hanya menyampaikan kalau putra Pak Basuni ada di RS Suyudi,” terangnya.
Selebihnya, Danang memastikan tidak ada dugaan penganiayaan terhadap korban. Danang berkata, saat M mencuci baju bersama temannya pada hari sebelumnya, tidak ada masalah apapun yang terjadi. Bahkan, korban masih bercanda seperti biasa dengan teman-temannya.
Saat ini Danang menegaskan, pihaknya dan pengurus pesantren tetap menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus kematian korban kepada pihak kepolisian. Meski demikian, pihak pondok juga telah melakukan investigasi internal dan sejauh ini belum ada dugaan yang mengarah ke penganiayaan.
Danang atas nama pengurus pesantren meminta maaf pada keluarga korban. Ia bersama sejumlah pengurus Ponpes juga turut hadir dalam pemakaman korban.
(Red)
