Connect with us

Berita Patroli

BREAKING NEWS

Didi Sungkono., S.H., M.H., “POLRI, PRESISI Untuk Negeri, Antara Ilusi dan Realita, Masyarakat Merindukan Sosok POLRI Yang Merakyat

Perlu digaris bawahi, ketika harapan masyarakat ( Pelapor : Pencari Keadilan) tidak sesuai dengan kenyataannya, apa yang terjadi, pasti akan berbuah kekecewaan. Rangkaian demi rangkaian kekecewaan bagaikan virus akhirnya timbul jargon (no viral no justice), bila tidak terobati secara profesional maka akan menjadi sebuah preseden buruk bagi institusi Polri untuk kedepannya. Pupuslah harapan tanpa sebuah harapan hilang sebuah kepercayaan, mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada polisi tidak mudah, tidak gampang, perlu daya upaya untuk membangun sebuah sistem, salah satunya adalah Profesionalisme, PRESISI Polri untuk negeri. Polri salah satu pilar tegaknya NKRI, mewujudkan harapan masyarakat menjadi kenyataan . Kreatif, inovatif, cepat, tepat, akurat, akuntabel, informatif dan mudah diakses. Pemimpin Polri (Kapolri) Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo adalah sosok jenderal istimewa, bagaikan sang rajawali, yang mampu terbang mengangkasa kemana mana, tegas dalam penegakkan hukum kepada anggota Polri yang bermental bejat dan arogan serta mencederai rasa keadilan bagi masyarakat. Sederhana, santun, tidak hedonisme. Kapolri bisa dijadikan ikon polisi yang berhati nurani, dalam hidup ataupun kehidupannya sebagai polisi mampu memaknai hidup untuk membangun kehidupan bagi institusi yang dipimpinnya dan masyarakat yang dilayaninya

SURABAYA – Berita Patroli

“Opini ditulis oleh : Didi Sungkono. S. H., M. H., Mahasiswa Doktor Ilmu Hukum, Dosen Hukum, Advokat, Pengamat Kepolisian”

Polri berdasarkan UU No 02 Tahun 2002 adalah sipil yang dipersenjatai, Polri adalah alat negara, maka Polri adalah bagian dari pemerintah. Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, dengan Jargon nya PRESISI.

Apa itu PRESISI ? Prediktif, responsibilitas, transparansi berkeadilan. Yang mana tidak usah njlimet, mbulet dan mencari cari kesalahan – kesalahan dari masyarakat dengan dalih penegakkan hukum.

Masyarakat sekarang sudah cerdas dunia maya, sosmed bertebaran dimana – mana, Polisi kalau sudah tidak dipercaya oleh masyarakat, citra negatif atas kelembaban penegakkan hukum maka keberadaan Polri bagaikan telor diujung tanduk.

Polri harus sejalan dengan amanah rakyat, polisi harus bisa memanusiakan manusia, telah banyak pengaduan – pengaduan laporan dari masyarakat yang merasa tidak terlayani dengan baik. Masyarakat laporan maka akan diterbitkan LP (Laporan Polisi Pengaduan atau Penyelidikan), baru oleh Penyidik dilaporkan ke Kanit, dinaikkan lagi ke Kasat (setingkat Polres).

Kurun waktu bisa lebih dari 3 bulan, dimeja Kasat, turun disposisi (Perintah Penyelidikan) Pelapor diundang, dipanggil, diwawancarai, terlapor diundang, saksi2 diundang diwawancarai, ini memakan waktu sangat lama dan terkesan lamban.

Banyak Pelapor (masyarakat) yang merasa sangat tidak puas atas pelayanan ini karena tidak adanya SOP (standard operasional prosedur) yang tidak dijalankan secara Profesional. Setelah Pelapor menunggu lebih dari 6 sampai 8 bulan, barulah digelar oleh penyidik. Tentunya diajukan lagi ke meja Kasat, Kasubdit, wassidik, inipun sangat lamban, lebih dari 30 hari kerja, gelar secara tertutup, baru diambil kesimpulan perkara dihentikan LIDIK atau bisa dinaikkan ke tingkat SIDIK.

“Ini yang perlu direformasi, birokrasi yang mbulet dan njlimet menyusahkan masyarakat, kurang transparan, harusnya Reserse Kriminal yang benar – benar direformasi menyeluruh, diawasi, dan ditindak secara transparan, biar ke depannya para penyidik lebih profesional, cerdas, bermoral, tidak arogan dan modern, serta terpercaya, para penyidik diberi wawasan. Kuliah hukum yang benar, bukan memakai kacamata kuda, ini adalah perbaikan kualitas SDM (sumber daya manusia). Polisi yang cerdas, kreatif, inovatif, berkarakter, penyidik yang humanis bukan terkesan mencari cari kesalahan masyarakat berlindung dibalik undang – undang. Tidak jarang penyidik kurang memahami UU, “lex specialis derogat generalis”.

Polri dalam tatanan masyarakat yang modern di era digitalisasi ini harus mencerminkan beberapa hal : Supremasi hukum yang humanis, memberikan jaminan dan perlindungan HAM, sebagaimana diatur dalam UU No 39 Tahun 1999. Transparansi, akuntabilitas publik, peningkatan kualitas hidup masyarakat. Polri dalam melakukan penegakkan hukum bukan untuk menguasai harta masyarakat secara tidak bermoral, apalagi melemahkan dan mematikan daya nalar sehat, daya pikir kritis dan rasionalitas masyarakat. Salah satunya ada beberapa oknum Perwira pertama yang dengan bangga menguasai harta masyarakat dengan cara yang tidak patut, barang bukti dikuasai dipakai untuk keperluan pribadi dan keluarga. Malah tidak jarang mencoba untuk dikaburkan dari sebuah kebenaran, fenomena ini bagaikan gunung Es, Kapolres, Kabid Propam, Kasubdit Paminal harus tegas dalam penegakkan hukum.

Polri adalah pengayom masyarakat, memberikan perlindungan hukum, pelayanan, asas kepastian dan edukasi, jangan pernah menyalahgunakan kewenangan untuk mendapatkan sebuah kenyamanan karena masyarakat sekarang sudah cerdas, yang dirugikan adalah institusi Polri sendiri. Polri harus bermoral dan secara spiritual, bernurani, beradab serta bermartabat adalah jalan hidup bagi petugas Kepolisian.

Profesionalisme petugas kepolisian harus tercermin dari keahlian dibidangnya polisi harua bisa menjadi rule model bagi keunggulan bangsa Indonesia PRESISI UNTUK NEGERI akan menjadi sebuah kenyataan bukan sebuah kata lips service. Di era yang serba digital ini semua sudah berbasis teknologi, masyarakat sudah paham akan pelayanan prima, cepat, tepat, akurat dan transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses.

ini yang harus diterapkan karena ini yang diharapkan oleh masyarakat yang modern dan demokratis, asas keterbukaan, tidak arogan dan gila hormat, salah satu contoh seorang perwira pertama mengatakan,

“Ruangan ini tidak boleh semua orang atau masyarakat masuk, ini daerah steril, ini adalah ruangan pimpinan bukan ruangan untuk pelayanan masyarakat”.

ini sangat lucu dan tidak berdasar hukum, mungkin sang perwira pertama tadi lupa, bahwa ruangan yang ditempati, dibangun dengan bagus, rapi, sofa yang empuk, ber AC, dibangun dari pajak – pajak rakyat, atau masyarakat. Apa salahnya kalau masyarakat tidak puas mengadu langsung ke pimpinan atau kasatker. Ini yang perlu direformasi cara berpikirnya, karena masih memandang masyarakat sebagai obyek yang mana tidak perlu dilayani, tidak perlu ditemui. Justru seorang abdi negara tugasnya adalah melayani masyarakat, kalau bersih kenapa risih ?? Polisi adalah hukum yang hidup terutama dibidang reserse dan kriminal, dalam negara demokratis polisi merupakan ikon atau simbol hukum. Polri sebagaimana amanat UU No 02 Tahun 2002 adalah sipil yang dipersenjatai.

Kepolisian adalah filsafat keamanan bagi masyarakat, tata tentrem kerta raharjo, keteraturan sosial, keamanan dan kenyamanan masyarakat. Keberadaan Polisi untuk memanusiakan manusia mengangkat harkat dan martabat manusia, penjaga kehidupan, pembangun peradaban, dan pejuang kemanusian dalam penegakkan hukum.

Jadi intinya yang perlu direformasi total, dirombak cara berpikir adalah SOP baku dari laporan masyarakat penyelidikan ke penyidikan. Bukan kah sudah terang dan jelas dalam KUHAP UU No 08 Tahun 1981, bilamana tidak cukup bukti bisa di SP3 kan. Ini diatur dalam UU, tapi kalau dihentikan lidik karena menurut penyidik secara sepihak (gelar intern) masyarakat tidak bisa melakukan upaya hukum (gugat Pra peradilan) karena henti lidik tidak ada aturan hukum diUU No 08 Tahun 1981 KUHAP bisa digugat secara Pra Peradilan.

Kapolri harusnya melalui Wakapolri, Kabareskrim, Kapolda dan Kasatwil, Kapolres, memerintahkan Reformasi total di jajaran reserse dan kriminal. Karena banyak masyarakat yang tidak puas dengan pelayanan oknum – oknum di jajaran Reserse dan kriminal. Terkesan tebang pilih dan lamban dalam menangani laporan dari masyarakat, karena hukum adalah produk politik antara eksekutif dan legislatif yang merupakan kesepakatan untuk melindungi, mengayomi, dan melayani, pada kenyataannya pelaksanaan penegakkan hukum menjadi sangat rumit, lamban, berbelit belit seakan tidak berujung, memakan waktu yang sangat lama, penegakkan hukum merupakan proses pembangunan peradaban karena ini adalah negara hukum. Biar masyarakat lebih tertata dan beradab.

Kelakuan oknum – oknum yang tidak profesional menyebabkan penegakkan hukum menjadi sangat lemah, banyak potensi potensi yang disalahgunakan, dipermainkan sehingga jauh dari asas asas hukum berkeadilan secara beradab dan bermartabat, ada istilah “Hilang ayam lapor Polisi jadi hilang Kambing”.

Solusi nya adalah membangun SDM (sumber daya manusia) melalui perekrutan perekrutan calon – calon anggota polisi, mental yang baik, karena SDM yang berkarakter adalah aset utama bangsa, karakter SDM dibangun dari perekrutan yang benar, membuat manusia mau berubah dan berbenah. Polri PRESISI untuk negeri, membangun generasi Polri revolusi mental dijajaran reserse dan kriminal adalah salah satunya. Kebenaran bukan sebatas benar dan salah bukan juga baik dan buruk, melainkan hal hakiki yang merupakan fakta dan kenyataannya walaupun belum tentu diterima atau dianggap sesuatu yng benar disinilah sebenarnya Polisi menegakkan hukum dengan berpegang pada kebenaran yang difokuskan untuk mengangkat harkat dan martabat manusia atau memanusiakan manusia.

Polisi diberi kewenangan lain yang dapat dipertanggungjawabkan inilah yang dinamakan polisi sebagai pelaksana hukum penegak keadilan yang dirindukan oleh rakyat, dan masyarakat. Ketika masyarakat pelapor merasa jauh dari rasa adil (keadilan, kelembaban, asas ketidak pastian), maka masyarakat akan semakin jauh dari Polri. Rasa tidak suka bisa terakumulasi, dan antipati terhadap institusi Polri karena ulah dari segelintir oknum – oknum yang tidak punya kepekaan dalam melaksanakan tugas dan kewajiban.

Kalau boleh jujur mari kita lakukan polling secara acak rasa kepuasan responden, masyarakat, rakyat atas pelayanan perilaku oknum – oknum Polri. Masyarakat Pelapor, dari 100 Pelapor nanti akan kelihatan rasa puas dan tidak atas pelayanan reserse dan kriminal.

Pertanyaannya beranikah Polri transparan dan dibuka ke publik serta masyarakat? Rata2 masyarakat yang melaporkan (pendumas) tidak langsung Penyidikan tapi dilakukan Penyelidikan yang lama, seakan tidak berujung. Beranikah para petinggi Polri mereformasi total terutama pelayanan, pelaporan masyarakat, bukan malah seperti sekarang seakan sebuah kemunduran.

(Didi Sungkono. S. H., M. H.,)

Continue Reading
You may also like...
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in BREAKING NEWS

To Top